Limbah Kantong Plastik dan Tukang Sayur

Limbah kantong plastik ternyata berkaitan dengan hal-hal yang kita beli dari tukang sayur. Coba perhatikan, rencananya menu nanti malam saya akan memasak Capcai Kuah, Tahu Cah Jamur dan Perkedel Jagung Manis.
Berarti pagi hari, kalau Tukang Sayur langganan mampir, saya akan membeli beberapa bahan dasarnya.
Yaitu, sayur-sayuran antara lain, wortel, jagung kecil, kol, kembang kol, sosin dan hati-ampela.
Baso dan ayam fillet masih ada di freezer.
Untuk Tahu Cah Jamur dan Perkedel Jagung, masih ada tahu di refrigerator, hanya perlu membeli tambahan jamur merang dan daun bawang.
Untuk Perkedel Jagungnya, jagung manisnya adalah sisa jagung manis rebus, makanan selingan kemarin sore.

“Sayuuuuurrrr”……. Mang Sayur menunggu dengan sabar di depan pagar.
Beli ini-itu sesuai keperluan dan Mang Sayur menimbang dan mempersiapkan.
“Wortel, 1/2 saja” (maksudnya 1/2 kantong yang sudah ada di situ).
Mang Sayur memindahkan 1/2 bagian wortel (1) ke kantong plastik lain.
Jagung semi (2), kol (3), kembang kol (4), sosin (5) dan hati-ampela (6), kemudian jamur merang (7) serta daun bawang.
Praktis semuanya ada 7 kantong plastik ukuran 18 X 30 cm.

Tiba-tiba ada perasaan bersalah.
Kenapa harus 7 kantong plastik?
Bila kantong tersebut digunting dan dibuka, maka akan diperoleh bidang seluas = (2 X 18 X 30) X 7 kantong = 7560 cm2= 0, 7560 m2.
Belum ditambah dengan kantong keresek yang mengantongi semuanya tadi.
Padahal kantong-kantong plastik tersebut sebagai kantong hanya berfungsi selama 10 jam.
Karena nanti sore kalau saya memasak, kantong-kantong tersebut akan berakhir di tempat sampah.
Dari tempat sampah, besok akan diambil oleh petugas sampah RW.
Dikumpulkan dipojok kompleks dan kemudian akan diambil oleh petugas kebersihan dari Pemerintah Kota untuk dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Kalau setiap rumah membuang plastik seluas 0,5 – 1 m2 plastik, padahal satu RW ada 300 – 400 umpi, berapa luas plastik yang terbuang dan mencemari bumi?
Plastik yang hanya berfungsi sementara ternyata membutuhkan ribuan tahun untuk dapat terurai, bahkan orang yang membuangnya mungkin sudah lebih dulu terurai menjadi tanah.

Hari-hari berikutnya, apabila saya berbelanja ke Mang Sayur, saya membawa beberapa tempat semacam panci/ baskom/ keranjang untuk menempati belanjaan saya.
“Nggak usah pakai plastik Mang, ini aja wadahnya”.
“Ohhh, sampah yaaaa Bu ?”.

Ternyata sebenarnya Mang Sayur juga sadar lingkungan.
Ternyata perilaku Mang Sayur sadar lingkungan tidak sertamerta menular ke Mang Sayur dan Bibi Sayur di pasar.

Pada suatu hari saya ke pasar Palasari, dekat rumah.
Dari rumah saya sudah membawa keranjang belanja dan beberapa kantong kresek bekas.
Beberapa Bibi dan Mang di los sayuran atau ikan agak menertawakan saya, kenapa repot-repot membawa kantong sendiri.
Padahal mereka punya banyak yang baru-baru.
Atau untuk bumbu-bumbu segenggaman saya memilih dijadikan satu saja di kantong-kantong yang lain.
Lagi-lagi, Bibi dan Mang keukeuh menempatkan bumbu tersebut dalam kantong kresek kecil.
Sampai saya dengan suara agak tinggi, menampik, karena di rumah sudah banyak sekali limbah kantong plastik keresek, dan bingung membuangnya.
Mungkin dalam pikiran mereka, buang ya buang saja.
Koq, repot.

Awal tahun 2016, di beberapa kota di Indonesia diterapkan pembatasan pemakaian kantong plastik di supermarket dan minimarket.
Jadi kantong plastik tersebut ditetapkan sebagai kantong plastik berbayar.
Di kota Bandung ditetapkan oleh perda, seharga 200 rupiah per kantong.
Banyak kecaman dan komentar tentang penetapan kantong plastik berbayar tersebut, karena tidak jelas dananya nanti akan masuk kemana.
Serta fungsi kontrolnya juga dipertanyakan.
Karena apa?
Di lapangan, kasir akan menanyakan terlebih dahulu, konsumen akan memakai kantong sendiri atau kantong dari supermarket.
Bila membawa kantong sendiri, tentu tidak ada tagihan dalam daftar pembayaran.
Nah, bila akan memakai kantong dari supermarket, barulah konsumen harus membayar sesuai jumlah kantong yang dipakai.
Saya tidak tahu teknisnya, pemerintah daerah mencek konsumen bayar atau tidak darimana ya?
Apakah mencek satu-satu gulungan bon di kasir?

Bulan Juli 2016, saya baru tahu, bahwa uji coba kantong plastik berbayar habis masa berlakunya.
Apa yang terjadi di lapangan?
Ada supermarket yang masih memberlakukan kantong berbayar, ada pula kasir yang cuek-cuek saja menempatkan barang belanjaan ke dalam kantong plastik toko.
Saya pribadi sih, sejak diberlakukan kantong plastik berbayar selalu membawa tas lipat untuk menempatkan barang belanjaan.
Tas lipat yang saya bawa kapasitasnya tidak banyak, maka secara tak langsung, saya tidak belanja banyak-banyak.

Kesadaran lingkungan di Indonesia sampai batas tertentu masih berupa jargon.
Banyak yang sudah tahu, plastik tidak mudah terurai.
Iya sih, ada plastik biodegradeable, yaitu plastik yang mudah terurai menjadi air, CO2, dan bahan alam yang tidak berbahaya bagi lingkungan.
Sebagian besar limbah kantong plastik yang beredar adalah plastik konvensional, plastik keresek yang banyak terdapat di pasar.
Apakah mungkin, material pembungkus kembali ke zaman dahulu lagi?
Memakai daun pisang, daun jati, bongsang atau besek dari bambu?

Sumber foto: Photo by Anna Shvets

Tinggalkan komentar