Digitalisasi adalah mengubah berbagai bentuk informasi dari format analog menjadi format digital sehingga format tersebut lebih mudah diproduksi, disimpan, dikelola, dan didistribusikan. Lalu, apa itu digitalisasi desain? Kenapa digitalisasi desain bisa menjadi peluang atau menjadi ancaman?
ProsesDesain
Perlu diketahui, sejak bertahun-tahun manusia dalam proses mendesain atau mencipta, selalu ada langkah-langkah yang harus diikuti. Seorang desainer dalam mendesain tergantung pada klien yang memberi tugas. Mau desain seperti apa, desainernya harus mencari data terlebih dahulu, survei lapangan, survei literatur. Membuat berbagai alternatif dan contoh-contoh olahan desain sampai klien puas dan dicapai kesepakatan. Zaman dahulu, proses desain dilakukan secara manual. Artinya, semua langkah-langkah tersebut digambar satu demi satu.
Digitalisasi Obyek Visual
Kira-kira akhir abad 20, mulai ditemukan berbagai perangkat lunak yang membantu desainer melancarkan proses gambarnya. Misalnya di dunia arsitektur, sipil, desain grafis dan interior, serta industri otomotif mulai dipakai software CAD (computer aided design). CAD menjadi alat bantu mempercepat dan meringkas proses penggambaran. Di dunia arsitektur, pengguna tinggal ceklak-ceklik tetikus, membuat garis, beri dimensi, diulang dengan berbagai perintah, jadilah denah. Walaupun sebetulnya untuk menjadi sebuah gambar jadi, tetap diperlukan konsep berpikir mencipta yang mumpuni. Kalau tidak, apa yang mau digambar?
gambar kiri: gambar digital, gambar kanan: gambar manual
sumber: Kuliah Jurusan Apa? Program Studi Perencanaan Wilayah Kota dan Arsitektur
Software grafis tidak berhenti di CAD saja, berbagai pengembangan terjadi. Lengkap dengan kemudahan membuat olahan tiga dimensi dalam sekali jadi. Begitu pula yang terjadi di dunia desain komunikasi visual, dulu lebih dikenal sebagai desain grafis. Dunia desain komunikasi visual, atau disingkat DKV bukan melulu hanya membuat poster dan kartu ucapan selamat. Bidangnya sangat luas, mencakup menciptakan logo, ilustrasi, branding perusahaan, periklanan, dan lain-lain.
Untuk menjadi desainer grafis yang mumpuni, sama halnya dengan arsitektur, ada sekolah khusus, di mana mahasiswa belajar secara manual proses desain dan teknik menggambar. Digitalisasi format pun melanda dunia DKV. Ada berbagai software dan program yang memudahkan desainer mengerjakan karya-karyanya.
Desainer itu Siapa?
Berbeda dengan dokter, yang untuk menamakan dirinya menjadi dokter, seseorang harus sekolah bertahun-tahun, disambung lagi dengan praktek di rumah sakit sekian bulan. Itupun belum cukup, bila ingin menjadi dokter spesialis, dilanjutkan lagi dengan sekolah spesialis sekian tahun. Sedangkan seorang desainer, cukup mempunyai kemampuan menggambar, mendesain, dilengkapi dengan presentasi piawai dari software keluaran mutakhir, jadilah desainer.
Tidak percaya?
Tentang Kampung Desainer
Itulah yang disampaikan oleh Didit Widiatmoko S, seorang dosen dari Universitas Telkom pada seminar internasional Bandung Creative Movement, awal Oktober 2017 yang lalu.
Beliau memaparkan kejadian di sebuah desa bernama Kaliabu, di barat Kabupaten Magelang. Desa ini dikenal dengan nama Kampung Desainer. Kiprah desa ini berawal dari kemenangan seseorang bernama Muhammad Abdul Bar pada sebuah sayembara logo yang diselenggarakan oleh sebuah perusahaan di Australia. Siapa yang mengira, bahwa Abdul sebelumnya adalah seorang supir bus malam jurusan Magelang-Jakarta. Abdul awalnya belajar menggambar logo melalui komputer dari seorang teman, kemudian mengasahnya melalui media internet dan youtube. Informasi berbagai sayembara logo diperolehnya dari internet dan berhasil memenangkan berbagai sayembara logo perusahaan di Eropa, Asia, Australia hingga Timur Tengah. Abdul pun bersama dua orang temannya mengajak saudara serta tetangganya menggeluti bidang yang sama. Kemudian membentuk komunitas Rewo-rewo yang memberdayakan pemuda-pemuda pengangguran melatih menggambar desain.
Berbekal software Corel Draw dan Adobe Photoshop, anggota komunitas Rewo-rewo menjadikan desa Kaliabu menjadi Kampung Desain Grafis atau Kampung Pengrajin Logo.
logo kampoeng desainer
Peranan Crowdsourcing
Crowdsourcing adalah sebuah istilah untuk menggambarkan suatu proses dalam mendapatkan pekerjaan atau pendanaan dari sekelompok orang dalam jumlah banyak melalaui fasilitas online. Konsep yang digunakan untuk menjalankan teknik ini adalah dengan tersedianya orang-orang dalam kelompok besar untuk berpartisipasi menghasilkan konten atau pendanaan. Siapa saja bisa berpartisipasi dan tidak terbatas dengan latarbelakang, warga negara, pendidikan, ataupun pekerjaan.
Contoh sederhana adalah Gojek yang berperan sebagai crowdsourcing, dan siapa saja bisa terlibat sebagai driver. Pihak penyelenggara sayembara logo, merupakan pihak yang berperan sebagai crowdsourcing, sehingga dalam kasus Desa Kaliabu, siapa saja bisa mendaftar untuk mengikuti berbagai sayembara tersebut.
Bagi perusahaan besar yang membutuhkan hasil desain, sistem crowdsourcing melalui sayembara merupakan cara cepat mendapatkan hasil besar. Klien tinggal memilih berbagai desain dari karya-karya yang dikirim ke penyelenggara sayembara. Klien tidak perlu repot-repot menggaji desainer bulanan. Pemenang sayembara akan mendapatkan fee yang ditransfer ke rekening masing-masing. Keuntungan lain, biasanya seseorang yang berhasil memenangkan sayembara akan masuk ke peringkat tertentu yang mempengaruhi besaran fee berikutnya. Kelemahanan sistem sayembara melalui internet seperti ini adalah rawan duplikasi desain.
Antara Ancaman dan Peluang
Kenapa digitalisasi desain bisa menjadi ancaman dan sisi lain menjadi peluang?
Bagi sekolah-sekolah desain, kemudahan pengoperasian software grafis bisa menjadi ancaman. Sejatinya belajar desain harus melalui proses bertahap, bahkan dilatih secara manual. Tetapi sekarang bisa digantikan oleh tampilan dan keluaran cetak software dengan berbagai kemungkinan. Bahkan kualitas gambar mirip cat air bisa ditampilkan, tanpa menggunakan setetes air pun. Akibatnya siapa saja asal berlatih mengoperasikan software grafis tersebut bisa menghasilkan produk yang bahkan bisa lebih menarik daripada hasil gambar tangan. Bisa jadi, jalan pintas tersebut mempertanyakan manfaat sekolah tinggi berbiaya mahal.
contoh image digital yang mendekati hasil manual (gambar tangan)
Kalau warga Desa Kaliabu bisa berpeluang banyak hanya berbekalkan software grafis dan belajar sendiri melalui Youtube, seharusnya peluang tersebut bisa pula diraih oleh lulusan sekolah-sekolah desain. Apalagi, di sekolah desain bukan hanya diajarkan ketrampilan menggambarnya tetapi dibekali kemampuan mendesain dan olah rasa.
Sumber:
http://regional.kompas.com/read/2015/01/10/13285431/Kisah.Mantan.Sopir.Bus.Penggagas.Kampung.Desain.yang.Mendunia
sumber: http://learn.corel.com/tutorials/creating-impressionistic-portraits-with-watercolors/