Waktu itu akhir bulan Desember 2019, saya mengikuti workshop penulisan buku “Menuliskan Jelajah Masjid Mula Jawa”, di Demak, Jawa Tengah. Demi mengikuti workshop dan mencari teman seperjalanan, akhirnya teman sehidup semati saya seret untuk ikut workshop juga. Karena belum kenal suasana kota Demak dan terlambat booking hotel, akhirnya kami booking hotel di Semarang dekat stasiun. Jadi selama workshop tersebut kami tiap hari pulang pergi Semarang-Demak. Saya memang tertarik dengan workshop ini karena hasil akhirnya adalah menerbitkan buku tentang Masjid Agung Demak. Lumayan, berarti tahun 2020 ada buku yang saya tulis, walaupun berupa buku bunga rampai.
Sejarah Masjid Agung Demak
Menurut penanda yang ada di Masjid Agung Demak, masjid ini diperkirakan dibangun pada tahun 1401 Saka atau sekitar abad ke-15 Masehi (tahun 1479 M). Angka 1401 Saka dimaknai dari lambang bulus (kura-kura) menunjukkan candra sengkala memet dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti. Penanda tahun berupa lambang kura-kura ini masih ada hingga kini di dinding mihrab masjid. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu).
Dalam berbagai tulisan dijelaskan bahwa pendiri masjid diperkirakan dipimpin oleh Raden Patah, raja pertama Kesultanan Demak, bersama Walisongo. Masjid Agung Demak dijuluki sebagai masjid perintis, dipercaya menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Pembangunan masjid melibatkan para wali, bahkan pelaksanaan pembangunannya konon dipimpin oleh Sunan Kalijaga.
Dari foto-foto lama yang bisa kita peroleh dari berbagai sumber, terlihat adanya alun-alun di bagian Timur masjid, sama halnya dengan berbagai masjid utama di Indonesia. Tata letak masjid selalu disertai dengan alun-alun, bangunan pemerintahan di sisi alun-alun yang lain atau tak jauh dari masjid. Begitu pula dengan Masjid Agung Demak, Gedung Kabupaten terletak tak jauh dari Masjid. Alun-alun seolah tak terpisahkan dari aktivitas masjid, yang bisa dimanfaatkan perluasan area shalat pada hari Raya atau peringatan keagamaan bulan-bulan tertentu.
Arsitektur Masjid Agung Demak
Posisi masjid berada pada koordinat 6.8946950S, 110.6376020E, dengan gaya arsitektur masjid tajug tumpang tiga. Bangunan masjid terdiri atas bangunan induk dan serambi, Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal.
Tiang-tiang utama (saka guru) tersebut diberi nama sesuai dengan nama-nama di antara Walisongo (wali sembilan) tersebut. Saka Sunan Ampel (saka guru sisi Tenggara), Saka Sunan Kalijaga (saka tatal – saka guru Timur Laut), Saka Sunan Bonang (saka guru Barat Laut), dan Saka Sunan Gunung Jati (saka guru Barat Daya). Dugaan yang ada, kenapa hanya keempat wali yang namanya diabadikan pada masjid, karena mereka yang terlibat langsung pada pembangunan masjid ini. Kisah lain, keempat wali tersebut menyumbang tiang utama tersebut, bahkan membawa sendiri dari hutan sekitar Demak. Perlu diketahui sembilan wali (wali songo) tersebut memang eksitensinya tidak muncul bersamaan. Perlu artikel tersendiri untuk menunjukkan lini masa peran mereka dalam syiar Islam di tanah Jawa.
Desain masjid Demak sebagai masjid Mula (masjid awal) saat syiar Islam ini di kemudian hari menjadi panutan pembangunan masjid-masjid yang ada sesudahnya. Bentuk desain menyerupai masjid Agung Demak dengan atap tajug tumpang tiga kemudian diberi nama Masjid Demakan. Ada dugaan atap tajug tumpang tiga merupakan turunan bentuk mehru yang terdapat pada pura Hindu, bentukan arsitektur yang lazim di masa itu.
Di bagian Timur ada tambahan berupa serambi Masjid yang cukup luas, seolah sebagai ruang penyambutan bagi jamaah yang datang.
Bangunan serambi merupakan bangunan merupakan bangunan terbuka, atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan: iman, islam, dan ihsan. Terdapat pintu utama masjid disebut sebagai “Lawang Bledeg” yang mengandung candrasengkala “Naga Mulat Salira Wani” dengan makna menunjukkan tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H.
Cagar Budaya Masjid Agung Demak
Perjalanan panjang Masjid Agung Demak selama ratusan tahun menyebabkan harus mengalami pemugaran berkali-kali. Pemugaran pertama di era Paku Buwana I menugasi K.T.Wiracana memperbaiki atap bangunannya pada tahun 1711.
Bangunan masjid terdiri dari tiga bagian, kepala-badan-kaki. Kepala adalah bagian atap tiga susun, dengan kemiringan yang berbeda. Bagian badan merupakan bagian untuk aktivitas shalat, sedangkan bagian kaki adalah pondasi.
Luas ruang utama yang dipakai untuk shalat berukuran 24.00 m X 24.00 m. Jarak keempat saka guru membentuk bujur sangkar ini berjarak 5.00 m, diameter saka guru, 1.00 m, dan tingginya sekitar 17 m. Struktur utama masjid Agung Demak memang terletak pada empat tiang utama yang terletak di bagian tengah masjid dan menopang atap tertinggi (atap tajuk).
Teknik membangun masjid dengan menggunakan kayu gelondong utuh dan gelagar atap yang kokoh diduga merupakan teknik membangun kapal, suatu metode membangun yang dikuasai para tukang kayu kala itu. Perlu diingat bahwa pada abad ke-15 banyak perahu dalam ukuran besar dibangun di kepulauan Nusantara.
Di era pemerintahan Hindia Belanda, diduga ada renovasi juga yaitu berupa penguatan pada konstruksi atapnya. Terlihat pada atap susun kedua yang ada di sisi luar atap tajuk, ditopang oleh deretan pilar yang dinamakan saka penanggap berjumlah 12. Berbeda dengan atap tajuk yang disokong oleh soko guru terbuat dari kayu, maka pilar-pilar merupakan kolom bulat dari batu. Di sisi luar saka penanggap dikelilingi oleh dinding, terdapat pintu masuk dari sisi Timur, Utara, dan Selatan.
Kira-kira tahun 1926 ada penambahan menara masjid yang didominasi oleh bahan bangunan metal, berpuncak atap kubah, berkonstruksi rangka baja dengan atap emperan di bawahnya dari lembaran seng. Konstruksi bangunannya diperkirakan dilakukan oleh ahli bangunan Belanda.
Pada tahun 1999, Masjid Agung Demak ditetapkan menjadi situs cagar budaya dan diusulkan menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Masjid Demak Masa Kini
Masjid Agung Demak merupakan objek wisata religi di kota Demak dan wujudnya yang masih berdiri kokoh hingga kini dianggap sebagai masjid khas Nusantara. Masjid yang awalnya menjadi patroon (pola) masjid-masjid sesudahnya mulai berkurang jumlahnya tergantikan oleh masjid-masjid berkubah. Berbagai renovasi sana-sini di masjid Agung Demak, misalnya dengan tambahan dinding, melapis marmer di pelataran masjid, ternyata menyebabkan pantulan panas ke dalam masjid. Akibatnya perlu penambahan AC dan kipas angin di dalam masjid, mesinisasi bangunan yang harusnya tidak perlu ada. Pada awal pembangunannya, masjid Agung Demak diyakini merupakan masjid yang sejuk dan nyaman.
Semoga bermanfaat
Jika nanti corona sudah berakhir baru nanti saya punya rencana dengan murid2 saya untuk wisata religi dari Lampung ke masjid demak. Mudah2an bisa terwujud. Sudah direncanakan jauh2 hari sih….
Semoga ya…Menarik untuk jelajah masjid di berbagai pelosok di Indonesia, karena sejarah dan perwujudannya mempunyai ciri khas masing-masing.
Masih terjaga banget keasrian dan Arsitektur masjid agung demak ini ya mbak. Liat fotonya saja serasa berada di zaman dulu kala. Karena aku juga j=suka wisata religi (berkunjung ke masjid) kalau ke luar kota. Dan sayangnya banyak yang sudah dilakukan pemugaran.
MasyaAllah jadi keinget masjid gede kauman. Designnya mirippp banget. Meskipun di beberapa hal ngga sama.
Emang syahdu banget suasananya ya mba
Terbayang betapa dulunya Masjid Agung Demak ini sejuk dan nyaman. Sayang ya ada tambahan dinding,pelapisan pelataran, jadi pantulan panas ke dalam masjid. Penambahan yang tidak dipikirkan matang sebelumnya..Jadi deh perlu mesin pendingin ruangan.
Saya belum pernah ke Masjid Agung Demak, cuma lewat kota Demak, Mbak. Semoga lain waktu bisa mengunjunginya…unik bangunannya
Keren banget emang arsitektur masjid Demak ini. Pasti ngajak orang tua pada seneng kalo wisata religi ke sini, apalagi banyak nilai budaya yang tinggi.
Daaan keren banget Masjid Agung Demak ditetapkan menjadi situs cagar budaya dan diusulkan menjadi situs warisan dunia UNESCO.
MasyaAllah, bagus banget ya. Bagian dalamnya sangat keren, betah itu pasti kalau Itikaf. Saya tertarik sama arsitekturnya, terutama tiang2 pondasi soko guru, sampe ada soko Majapahit. InsyaAllah tahun depan mau liburan ke Semarang, kayaknya harus wajib dateng ke Masjid Demak deh
kapan ya aku bisa ke masjid agung demak. nuansa religinya dapat. Jadi ingat pas ke sunan ampel Surabaya.
Aku langsung jatuh cinta dengan desain mesjid Demak ini ketika pertama kali lihat di tayangan tivi saat bulan Ramadhan. Indah dan elegan banget menurutku, Mbak. Semoga mesjid ini bertahan dan eksis terus ya sehingga anak cucu kelak bisa melihat keindahannya.
Interior masjid masjid di jawa tengah emang khas sekali ya. Selalu ada lampu gantung di tengah dan pilar-pilar penyanggahnya dari kayu jati yanh terukir. Selalu kerasa adem gitu liatnya
Masyaalah semoga bisa merasakan sembahyang atau kegiatan keagamaan apapun di Mesjid Demak. Apalagi jika ke sana bersam orang tua, suami, dan anak. Pasti memorable sekali. Bangunannya indah dan interiornya pasti membuat nyaman dan syahdu.
Salah satu mimpi saya itu bisa wisata rohani keliling Indonesia bahkan dunia. Pengen berkunjung dan belajar keliling masjid-masjid tua di Indonesia bahkan dunia. Semoga bisa tercapai suatu saat nanti, aamiin
Sejarah mesjid Agung Demak ini panjang sekali ya Mbak. Setelah berabad-abad berlalu, mesjid ini tentu sudah memberikan banyak sumbangsih terhadap masyarakat Islam
Beberapa kali saya mengunjungi Semarang tapi belum pernah menjadwalkan ke Demak, untuk melihat Masjid Agung Demak. Terakhir sebelum membaca artikel ini, saya melihat photo-photo Masjid Agung Demak ini di IGStory teman yang berbulan madu sekaligus wisata religius bersama suaminya tahun lalu.
Masjidnya bagus dan setiap bagian bangunan juga mengandung sejarah dan makna yang dalam.
Segera masuk wish list saya nih.
Mantep nih, jalan-jalan terus, jajan terus, bahagia terus. Jdi kangen liburan. 😀
halo kak Hani,
bicara soal masjid saya jadi ingat waktu kuliah lanskap dulu juga belajar tentang tata ruang alun – alun yang pasti ada masjid dan bangunan pemerintahnya. sekilas saya jadi flashback, hehehe.
masjid demak ternyata sudah berusia hampir 500 tahun lebih ya? mash kokoh karena dijaga dan dipelihara. selain itu unsur nilai sejarahnya juga kuat. semoga bangunan masjid di daerah lain juga dipelihara dan dijaga seperti masjid demak. saya jadi ingat, ada masjid dekat rumah saya, namanya Masjid As-Siraj . lokasinya tepat di pinggir jalan Nasution sebelah Tanrise ( dulu komplek pabrik patal cipadung ), usianya belum mencapai 500 tahun sih, karena di bangun tahun 60an, tapi arsitektur bangunan masjidnya yang mengadopsi bangunan joglo dan dindingnya terbuat dari kaca kecuali mimbar, membuat masjid terasa dingin dan adem. sesekali kakak bisa berkunjung ke sana nanti ya.
salam sehat selalu
assalamualaikum
assalamualaikum, ngopi kang..
masaAllah indahnya, yuk mampir..
FREE ONGKIR Delivery Bandar Lampung Promo Diskon PPKM Ayam Guling Boorju UTUH
masyaallah, semoga bisa berkunjung ke masjid agung demak.. aamiin