Di tengah semangat beberapa perguruan tinggi membuka Program Pendidikan Jarak Jauh (PPJJ) akibat tuntutan zaman, ternyata ada masalah lain bahwa PJJ memang harus dilaksanakan karena darurat virus. Program Pendidikan Jarak Jauh, memang belum semua perguruan tinggi bisa memfasilitasinya. Di satu sisi, akibat Revolusi Industri 4.0, komunikasi jaringan merupakan suatu keniscayaan. Di sisi lain, ada peraturan pemerintah yang harus disikapi, yaitu izin membuka kelas jauh atau PJJ ini.
Izin Membuka Pendidikan Jarak Jauh
Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, No 51 Tahun 2018, tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta dengan tegas dijelaskan pada Pasal 53, ayat 1 (b)
Program Studi dalam bentuk tatap muka sebagaimana dimaksud dalam huruf a memiliki peringkat terakreditasi A atau Unggul.
PerMen no 51 tahun 2018, pasal 53, ayat 1 (b)
Pendidikan Jarak Jauh dalam konteks PerMen no 51 Tahun 2018 ini menyikapi kemajuan teknologi dan imbas Revolusi Industri 4.0. Tujuannya diadakan PJJ ini adalah semakin banyak warga Indonesia yang memungkinkan belajar dan mencapai strata sarjana, tanpa harus hadir di kelas di kampus.
Dulu kita mengenal Universitas Terbuka, yaitu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ke-45 di Indonesia yang menerapkan sistem belajar terbuka dan jarak jauh. Sistem belajar ini terbukti efektif untuk meningkatkan daya jangkau dan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil, baik di seluruh nusantara maupun di berbagai belahan dunia.
Sampai sekarang Universitas Terbuka pun masih diselenggarakan dan peminatnya rata-rata karyawan yang ingin meningkatkan kompetensi diri. Bidang studinya terbatas yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Hukum-Ilmu Sosial-Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, yang praktis tidak membutuhkan laboratorium atau peralatan praktek lapangan.
Pendidikan Jarak Jauh seperti yang tertera di PerMen no 51 Tahun 2018 tujuannya adalah melindungi masyarakat dari praktek jual-beli ijazah, kuliah Sabtu-Minggu, dan praktek belajar-mengajar lain yang tidak sesuai ketententuan.
Kuliah sebetulnya sama saja dengan belajar di kelas sejak SD hingga SMA. Artinya ada ruangan, jam tatap muka, media belajar, dan ada materi ajar.
Kelas normal yang dilaksanakan di kampus, dilaksanakan selama 14 kali pertemuan per semester di kelas-laboratorium-studio, mengisi daftar kehadiran, melaksanakan penilaian melalui tugas-quiz-ujian.
Adapun pratek kuliah jarak jauh yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang tidak memenuhi syarat, seringkali tidak mempunyai pengajar yang kompeten bahkan ada yang perkuliahan hanya dilaksanakan Sabtu-Minggu.
Konsep Pembelajaran Jarak Jauh
Pembelajaran Jarak Jauh sering disebut sebagai Kuliah Online atau e-Learning. Bedanya dengan Pendidikan Jarak Jauh adalah ibarat sebuah kampus membuka cabang di kota lain. Tentu saja cabang di kota lain tersebut tetap harus ada sarana dan prasarana sesuai persyaratan. Sedangkan Pembelajaran Jarak Jauh, sebuah kampus memfasilitasi mahasiswanya untuk belajar melalui komunikasi jaringan.
Beberapa perguruan tinggi berakreditasi A atau unggulan mulai menyusun model kelas-kelas e-Learning untuk tujuan efisiensi.
Terutama diujicobakan pada mata kuliah teori yang secara teknis hanya perlu paparan teori dari dosen bersangkutan. Berbeda dengan mata kuliah praktek laboratorium, praktek lapangan, atau studio di program studi desain, mahasiswa harus bimbingan satu per satu dengan dosennya. Matakuliah praktek seperti ini tidak bisa dilaksanakan dengan sistem e-Learning.
Bagi perguruan tinggi swasta kala sumber pendapatan institusi dari SPP mahasiswa, maka efisiensi menjadi hal penting. Kuliah Online tentu saja menghemat dari segi operasional kelas. Tidak perlu ada ruangan fisik dan mahasiswa bisa hadir dari kos-an. Institusi tinggal memodali shooting video 14 kali pertemuan dan direkam.
Kebijakan Kuliah Online memang ada yang masih berupa wacana. Terutama diperuntukkan bagi mahasiswa semester enam atau tujuh yang sedang magang di luar kota atau luar negeri. Perusahaan atau pabrik sering mensyaratkan magang minimal enam bulan. Sedangkan peraturan dari kampus hanya memberi waktu selama dua bulan, biasanya ditempuh saat liburan semester di bulan Juli dan Agustus. Oleh sebab itu win-win solution adalah membolehkan mahasiswa yang magang tersebut menempuh Kuliah Online.
Pembelajaran Jarak Jauh Akibat Darurat Virus
Kejadian luar biasa kita alami akhir-akhir ini. Dalam hitungan hari, penderita virus Covid-19 terus meningkat. Kementrian Pendidikan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Pencegahan Corona Virus Disease (COVID- 19) pada Satuan Pendidikan, tentang upaya mengurangi menyebaran virus tersebut. Mulai cara bersalaman, melarang aktivitas yang mengumpulkan massa dalam jumlah besar, membatalkan wisuda, seminar, dan lain-lain. Termasuk tidak menerima tamu serta menghimbau mengisolasi diri selama 14 hari bagi yang pulang dari luar negeri, dan banyak himbauan lainnya.
Jumat malam, 13 Maret 2020, diawali oleh Universitas Indonesia menerbitkan edaran bahwa kampus ditutup, termasuk asrama dikosongkan. Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan sistem PJJ, pembelajaran jarak jauh, sampai akhir semester. Padahal di banyak kampus lainnya, ada yang kuliah baru dilaksanakan, ada yang sudah ujian tengah semester. Walaupun ada perguruan tinggi yang telah menyiapkan panduan pembelajaran daring, itu sifatnya adalah self isolation. Sebagai tindakan prefentif, dosen atau mahasiswa yang baru pulang dari negara terdampak Covid-19.
Tak lama, dalam hitungan jam, menyusul berbagai kampus di pulau Jawa, mencakup perguruan tinggi negeri dan swasta, sama-sama mengeluarkan surat edaran supaya kuliah dilaksanakan secara daring.
Grup WhatsApp dan media sosial seliweran berbagai edaran dari aneka kampus.
Kampus A sudah, B juga. Kampus kita kapan?
Efek Pembelajaran Jarak Jauh Pada Civitas Akademika
Civitas akademika terdiri dari mahasiswa, dosen tetap, dosen tidak tetap, tenaga kependidikan, dan tenaga administrasi. Bila PJJ diberlakukan disarankan kegiatan dilaksanakan dengan komunikasi jaringan. Banyak pilihan software dengan mengadakan kelas melalui Webinar, Google Classroom, Hangouts Meet, dan lain-lain. Mahasiswa pun bisa mengakses melalui aplikasi. Bisa juga konsultasi melalui email, grup WhatsApp atau LINE.
Masalah baru pun muncul, yaitu:
1 – Kuota internet
Kelas-kelas online tersebut membutuhkan biaya untuk komunikasi jaringan. Untuk menjamin jaringan lancar dan kontinu, dibutuhkan jumlah kuota yang tidak sedikit. Biaya bukan hanya dari pihak dosen, tetapi juga dari mahasiswanya. Biasanya mahasiswa mengandalkan wifi kampus, maka ketika ruang belajar berpindah ke kamar kos, tidak ada jaminan ada internet.
2 – Honor kehadiran
Berbeda dengan dosen tetap yang mendapat gaji tetap, dosen tidak tetap mendapatkan honor. Honor dihitung berdasarkan satuan kredit semester (sks) yang diampu per minggu. Ada beberapa kampus juga memberikan honor transportasi per kedatangan. Bila pembelajaran dilaksanakan secara online, bisa jadi tidak diberikan biaya transportasi untuk dosennya. Kalaupun dosen-dosen tersebut melaksanakan kuliah secara daring, belum ada juklak (petunjuk pelaksanaan) untuk memantau.
3 – Kualitas pembelajaran
Bagi pengajar, pengalaman memberikan materi ajar melalui tatap muka di depan kelas tentu saja berbeda dengan kelas online. Kendala utama adalah kualitas jaringan. Jaringan lup-lep membuat koneksi sering putus dan suara menghilang. Akibatnya mahasiswa jadi kurang jelas dengan materi ajar. Bagaimana nasib mahasiswa yang tidak punya kuota internet? Mencari tempat-tempat umum yang ber-wifi pun penuh resiko.
Selain itu tidak semua dosen siap dengan materi ajar untuk online. Bukan rahasia lagi, dosen senior justru gagap teknologi dibanding dengan dosen dari generasi Milenial. Materi ajar pun harus dikonversikan terlebih dahulu ke media yang sesuai. Kapan waktu untuk menyiapkan semua itu?
Batas Pemberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh
Situasi Covid-19 ini sungguh tak menentu. Beberapa negara memberlakukan lock down. Roda perekonomian terganggu. Beberapa perguruan tinggi hanya memberlakukan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh akibat darurat virus selama dua minggu. Kampus menghimbau mahasiswa pulang ke kampung halaman. Perguruan tinggi lain menutup kampus hingga akhir semester, berarti sekitar bulan Juni.
Banyak mahasiswa memilih tidak pulang, dengan pertimbangan kehati-hatian. Mengambil contoh negara Italia, ketika anak-anak muda dari kota besar kembali ke kampung halaman, justru menulari orang tua dan kerabat lansia di desa. Itu sebabnya di Italia, lonjakan yang wafat di seluruh negeri meningkat drastis.
Info lain, beberapa karyawan mulai diberlakukan bekerja dari rumah atau remote working. Sisi lain, Indonesia akan menghadapi bulan Ramadan dan Lebaran. Mobilitas warga sangat tinggi saat-saat itu. Arus mudik akan memperparah keadaan bila di antara pemudik ada yang sakit.
Kelihatannya pekerjaan rumah kita menghadapi pandemi ini masih banyak sekali.
Mari bersatu-padu untuk saling mengingatkan dan menjaga kesehatan agar Covid-19 tak semakin meluas dan kehidupan berjalan normal kembali, termasuk kehidupan kampus.
Beberapa mahasiswa kampusku bersorak gembira dengan mereka harus belajar jarak jauh inj, tetapi ya kebingunban dan kualitasnya pun menurun drastis hiks. Harus diakali sih, untung skrg bs pake zoom
Iya. Kita masih terkaget-kaget dengan kondisi ini. Tapi harus dimulai sih…
Itu dia kak .. dosen terjamin sambungan inetnya…nah mahasiswanya… ya memang yg terjadi saat ini memaksa kita utk belajar memanfaatkan teknologi informasi tanpa adanya interaksi fisik dan sosial.
Nah ini yg juga kepikiran. Engga semua mahasiswa kuota internetnya mumpuni. Kampus kan dikunci kalau mau wifi-an
Iya, aktivitas belajar jarak jauh ini masih belum umum. Terutama untuk anak sekolah dasar dan menengah pertama serta menengah umum. Masih agak bingung bagaimana cara penyampaiannya. Sehingga beberapa sekolah masih belum bisa memutuskan harus gimana dan apa..
Di kabupaten baru aja diumumkan untuk lockdown dan selama di rumah, anak anak tetap di beri tugas namun tetap diberi pengarahan dari guru.
Rasanya, memang harus dibiasakan kali ya, sistem belajar jarak jauh. Biar pas lagi ada momen seperti ini gak kalang kabut.
Semoga kita semua dilindungi
Terutama yg bingung ortu. Engga ada ide, mau diapain anak-anak yg dirumahkan. Anak² kan bosenan. Gawat kalau keluyuran di jalan…
Metide e learning udah ada sejak beberapa taun lalu tapi skrg karena ada wabah corona ini jadi bisad dimanfaatkan dengan maksimal. ..smoga yang punya kewajiban belajar dirumah bisa tanggung jawab ke diri sndiri ya mbak.
Bukan menganggap ini masa liburan panjang
Tidak adanya interaksi secara langsung membuat kegiatan pendidikan kurang maksimal, tetapi untuk saat ini keputusan yang paling baik memang dengan cara pembelajaran online. Ya kita berdo’a saja semoga wabah ini cepat berlalu dan bisa melakukan kegiatan dengan normal lagi.
Sekarang udah enak ya bisa belajar jarak jauh. Banyak produk e-learning juga yang bisa diakses lewat hape. Kampus-kampus juga bisa menerapkannya dengan beragam aplikasi yang terhampar di internet. Nah, tinggal mentalitas penggunanya aja sih yang menentukan sukses atau tidak pembelajaran jarak jauh ini.
Kekurangan utama pembelajaran jarak jauh adalah di kualitas, karena kita sering kali pake modus “tarsok tarsok” dan deadliners.
dengan keadaan yg lumayan genting seperti saat ini, mengikuti arahan dari pak Presiden untuk melakukan pembelajaran dari rumah memang menantang banget ya.
Di tengah kondisi seperti sekarang, bisa dilihat bahwa untuk kelas online atau e-learning ini masih susah diterapkan di Indonesia, semoga saja pandemi Covid-19 ini cepat berakhir sehingga civitas akademika bisa melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa. Tapi yg pasti di kondisi seperti sekarang, penerapan social distancing sangat penting agar kejadian seperti di Italia tidak terjadi
Soal kebijakan pembelajaran jarak jauh ini agaknya sudah menjadi bahasan sebagian besar kampus kita di Indonesia, Mbak. Tinggal menunggu instruksi dari kepala daerah, pasalnya level kesiagan terhadap wabah ini diserahkan pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Semoga wabah ini bisa segera teratasi
Pembelajaran jarak jauh ini memang sangat bermanfaat. Tapi tak jarang tenaga pengajar harus belajar lagi dunia digital untuk dapat melakukannya. Jika pemerintah daerah memutuskan untuk menerapkannya, semoga bisa disosialisasikan dulu agar semua kalangan dosen dan mahasiswa memahami tata caranya.
Saya kuliah dengan system belajar jarak jauh mandiri. Dimana, kita semua belajar tanpa bimbingan dosen.