Masjid Tua Wapauwe, Jejak Syiar Islam di Tanah Ambon

Nama masjid tua Wapauwe saya peroleh dari browsing di internet ketika mencari tujuan wisata di kota Ambon.

Waktu itu kami akan mampir ke kota Ambon setelah berwisata di Pantai Ora, Desa Saleman, Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah. Sepanjang di Pantai Ora dan sekitarnya memang lebih banyak wisata alam terutama pantai dan laut.

Maluku dari sisi sejarah banyak yang bisa dipelajari, karena bangsa Portugis dan Belanda pernah mampir ke kepulauan di sana demi rempah-rempah. Oleh sebab itu memang banyak peninggalan dari kedua bangsa ini, antara lain mendirikan benteng, gereja, bangunan pemerintah, pelabuhan, dan lain-lain.

Menariknya ada sebuah masjid tua terletak di Negeri Kaitetu yang konon merupakan masjid tertua di Maluku. Adanya masjid menandakan bahwa sejak dulu sebetulnya masyarakat setempat telah rukun beragama.

Kalau jalan-jalan ke suatu tempat memang saya mengusahakan mencari tahu masjid-masjid setempat, baik dari sisi sejarah maupun desainnya.

Menuju Negeri Kaitetu

Menilik dari google map, jarak dari kota Ambon ke Masjid Wapauwe sekitar 42 km, artinya perjalanan mungkin satu jam.

Ternyata dugaan saya salah.

Waktu itu kami berangkat pukul 09:00 menyewa dua mobil untuk membawa kami ber-13 disertai pemandu wisata dan driver. Di peta, Masjid ini terletak di utara pulau Ambon, dan untuk mencapai Desa/ Negeri Kaitetu lama perjalanan hampir dua jam, karena jalan yang berkelok, dan di beberapa tempat ada yang rusak.

Penamaan “negeri” di Maluku dalam tatanan pemerintah daerah adalah setingkat Desa.

Sepanjang perjalanan selain menikmati pemandangan alam pegunungan, ketika hampir sampai, nun dikejauhan tampak laut biru membentang.

Dari hasil pencarian di internet, ada tiga objek wisata di Kaitetu, yaitu Benteng Amsterdam, Gereja Tua Imanuel, dan Masjid Tua Wapauwe.

Ketika sampai yang terlihat lebih dahulu Benteng Amsterdam (Fort Amsterdam), benteng peninggalan Portugis dan diambil alih Belanda yang letaknya di perbatasan antara begeri Hila dan negeri Kaitetu, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.

Di halaman sebelah, kira-kira 100 m dari Fort Amsterdam terdapat Gereja Tua Imanuel, yang konon dibangun oleh bangsa Portugis.

Pada artikel lain saya akan tuliskan ya tentang Bentang Amsterdam dan Gereja Tua Imanuel ini.

Foto-fotonya saja dulu deh …

benteng amsterdam

benteng Amsterdam, sumber: hani

gereja tua

gereja tua Wapauwe, sumber: hani

Sejarah Masjid Tua Wapauwe

prasasti masjid wapauwe

prasasti Masjid Tua Wapauwe, Ambon, sumber: hani

Pada prasasti yang terletak di sebelah masjid tertera bahwa masjid tua Wapauwe ini dibangun tahun 1414 oleh Perdana Jamilu, seorang keturunan Kesultanan Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara).

Menurut sejarah pusat Kesultanan Jailolo terletak di pulau Halmahera.

Awalnya masjid ini bernama Wawane, karena terletak di lereng Gunung Wawane. Kemudian dipindahkan dan diberi nama Wapauwe yang artinya mangga hutan (mangga berabu). Banyak mitos tentang perpindahan masjid ini, apalagi setelah masuknya Hindia Belanda dalam tatanan pemerintah di Indonesia.

Masjid Tua Wapauwe masih dipertahankan dalam arsitektur aslinya ini, berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu dalam bentuk yang sangat sederhana.

masjid tua wapauwe

di samping Masjid Tua Wapauwe, Ambon, sumber: hani

Masjid ini cukup unik dari segi bentuk yang mengingatkan pada Masjid Mula di Jawa, yaitu Masjid Demak. Denah bangunan utama masjid berbentuk segi empat berukuran kira-kira 10×10 meter, sedangkan di bagian belakang ada bangunan tambahan berupa serambi selebar 6 meteran, panjang 4 meteran.

Bentuk atapnya merupakan atap tajug (atap susun), beratap daun rumbia, dan masih berfungsi dengan baik. Bentuk atap tajug pada masjid, banyak kita jumpai pada masjid-masjid tradisional di Indonesia, yang belum mengenal atap masjid bentuk kubah. Pada pertemuan empat bidang atap tajug diakhiri dengan tongkat kecil.

Konstruksi dindingnya setengah tembok dan bagian atasnya berupa pelepah sagu kering yang dikerat dan disusun rapi. Kusen dan daun jendela terbuat dari kayu.

detail masjid, sumber: hani

 

Lapisan bawah atap dikerjakan dengan rapi dan diberi pengakhiran balok kayu yang diberi detail rapi. Sepintas walaupun masjid ini terlihat tua tapi terawat dengan baik.

Setelah saya tanyakan ke marbot, masjid ini masih digunakan untuk salat lima waktu. Tak jauh dari masjid ini sudah ada masjid baru, sehingga salat Jumat dilakukan bergantian setiap minggunya dengan Masjid Tua Wapauwe.

Interior Masjid

Meskipun kecil dan sederhana, masjid ini mempunyai beberapa keunikan yang jarang dimiliki masjid lainnya, yaitu konstruksi bangunan induk dirancang tanpa memakai paku tetapi pasak kayu pada setiap sambungan kayu.

Hal ini terlihat pada bagian dalam masjid (ruang salat utama). Terdapat empat kolom kayu di tengah ruangan sebagai struktur utama untuk atap tajugnya. Ruang salat terasa sejuk karena di bawah atap rumbia tidak ada plafond dan di bawah atap tajug ada ventilasi berdinding pelepah sagu kering.

Di depan tak jauh dari mimbar, tergantung lampu hias, yang konon merupakan hadiah dari Portugis. Di bagian belakang terdapat bedug terbuat dari kayu berukir sepanjang dua meter, sedangkan kulit bedug konon terbuat dari kulit rusa.

Selain itu, terdapat pula peninggalan sejarah berupa Mushaf Alquran buatan Mushaf Nur Cahya yang hingga kini masih terawat dengan baik. Naskah Mushaf Alquran ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia. Naskah ini dibuat dengan tulisan tangan di atas kertas berkualitas tinggi pada tahun 1500-an.

detail interior masjid, sumber: hani

Penutup

foto panoramic interior

foto panoramic interior, sumber: hani

Masjid ini direnovasi pertama kali oleh pendirinya, Jamilu pada tahun 1464, tanpa mengubah bentuk aslinya. Meski pernah mengalami dua kali pemindahan, bangunan inti masjid ini tetap asli. Bangunan ini mengalami renovasi kedua kali pada tahun 1895 dengan penambahan serambi di depan atau bagian timur masjid. Masjid ini pun sudah tercatat di Kementrian Pendidikan Nasional sebagai masjid yang dilindungi sebagai Cagar Budaya.

Sebenarnya saya masih ingin berlama-lama mengamati masjid istimewa ini yang merupakan jejak syiar Islam di Tanah Ambon. Terutama saya ingin keliling di luar halaman masjid mendalami lebih jauh tentang kehidupan masyarakat sekitar masjid.

Sayang waktu kami tidak banyak, karena pukul 13:00 ditunggu kembali ke kota Ambon.

Berikutnya ke masjid tua mana lagi ya di Indonesia?

Sumber: duniamasjid.islamic-center.or.id/90/masjid-wapauwe

18 pemikiran pada “Masjid Tua Wapauwe, Jejak Syiar Islam di Tanah Ambon”

  1. Masjid Wapauwe dibangun tahun 1414, wow… tapi masih bagus dan kokoh sekali ya mbak. Dan masih difungsikan pula untuk sholat 5 waktu, bahkan juga untuk sholat Jumat.

    Balas
  2. Namanya mencirikan daerahnya ya, dengernya juga kayak aneh, tidak seperti nama-nama masjid umumnya. seperti baiturrohman, baiturrohim, al muttaqin, dst. Bisa ditelisik lebih jauh, seperti apa silsilah penyebar agama Islam di Ambon?

    Balas
  3. Bangunan yg dibuat nenek moyang kita kuat2 ya mbaaa.. Masjid ini sejak 1400an lho masih aktif aja sampai sekarang. Pernah dengar cerita, katanya orang jaman dulu tuh kalau bikin sesuatu memang melewati proses yg ga instan. Misalkan nih, mau bikin atap pakai bahan bambu. Nah, bambunya direndem dulu berapa puluh hari gitu sebelum dipakai. Terus biasanya pakai pasak ga pakai paku, katanya bisa lebih kenceng dibanding paku.

    Balas
  4. Seru sekali ya kak menelisik bagaimana sejarah di kota Ambon ini, menarik sekali ternyata di daerah Ambon juga sudah berdiri masjid dari 1400an, konstruksinya orang-orang zaman dahulu ternyata memang bagus bagus ya kak

    Balas
  5. Walau perjalanannya memakan waktu dua kali lipat dari yang diperkirakan Navi tapi melihat bangunannya worthed sih ya Kak Han. Saya termasuk pengagum arsitektur juga walau tidak punya basic knowledge tentang ini tapi walau begitu menarik mengetahui kalau usia mesjid ini sudah ratusan tahun dan kontruksi bangunannya juga unik, tidak menggunakan paku. Namun, masjid masih bisa dipergunakan untuk shalat sehari-hari.

    Kalau Kak Hani berkunjung ke Samarinda, boleh dong mengunjungi Masjid Sultan Suriansyah yang terkenal mempunyai atap berbentuk perahu tradisional. Eh apa jangan jangan sudah ya.

    Balas
  6. Meskipun dibangun ratusan tahun yang lalu, Masjid Wapauwe ini kelihatan banget terawat dengan struktur yang kokoh. Justru di saat-saat itu dengan menggunakan materi alam yang berkarakter, masjid ini memiliki ke-khas-an yang bisa kita kagumi. Meski tak besar, details nya sangat berharga sekali ya Mbak. Tak heran jika akhirnya jadi cagar budaya yang jelas tidak boleh dirobohkan.

    Istilah MOLUKU KIE RAHA sudah saya dengar sejak menjelajah Tidore, Ternate, dan beberapa pulau atau daerah yang berada di Maluku Utara. Tidak menyangka bahwa istilah ini juga menembus Ambon. Sama ketika sejarah mencatat kekuasaan Portugis dan Spanyol di Malut untuk mengambil dan menguasai rempah-rempah.

    Kapan-kapan mampir ke Tidore Mbak. Ada jejak sejarah yang sama berharganya dengan Ambon.

    Balas
  7. Masjid tua memang memiliki sejarah tersendiri. Unik memang kalau kesana sekalian sholat. Atap dan bangunan sederhana.orang di jaman itu pasti punya teknik tertentu sehingga bangunan kuat dan kokoh walaupun peralatan bikin alat bangunan masih sederhana

    Balas
  8. Nuansa klasik dan teduh yang bikin nyaman ketika solat maupun ibadah lainnya di sana ya kak.
    Semoga terus terjaga kelestariannya ya.
    Lanjutkan lagi kak ke masjid lainnya

    Balas
  9. Keren ya bangunan masjid nya terjaga padahal usianya dah lama banget,, adem sepertinya ya mba… Penasaran kepingjn sholat di masjid tua Wapauwe. Mext dalam waktu dekat yakk

    Balas
  10. MashaAllaa yaa..
    Masjid Wapauwe masih dengan bangunan asli dan menjadi Cagar Budaya yang harus dilindungi. Serasa adem berada di masjid Wapauwe.
    Ambiance-nya mirip sama masjid ketika berziarah Wali Sanga di tanah Jawa.

    Balas
  11. Orang-orang jaman dulu puh sudah memailiki pemahaman arsitektur yang tinggi ya dalam membuat bangunan, termasuk Masjid Wapaupe ini. Pasak-pasak kayu sebagai penyambung konstruksi kayu pun tetap bisa bertahan menopang bangunan masjid yang sudah berusia ratusan tahun ini

    Balas
  12. mashaAllah ada Mushaf Alquran dari tahun 1500an, luar biasa ya masih disimpan. Masjid yang sudah tua dengan atap pelepah namun masih sangat kokoh bangunannya. Bahkan terlihat terawat. Membayangkan jika beribadah di sana pasti nyaman banget, apalagi kalau sebelumnya membaca tulisan mba Hani ini.

    Balas
  13. wah berasa menelusuri sejarah ya kak, dan hebat bangun bangunan zaman dulu meski terlihat sederhana namun kuat, terbukti masih digunakan dengan bangunan asli hingga saat ini. sudah ratusan tahun

    Balas

Tinggalkan komentar