Beberapa hari yang lalu menjelang hari raya Idul Fitri, lebih dari satu teman Facebook (teman yang hanya dikenal via FB, dan belum pernah kopi darat) mengisi status FBnya dengan kegalauan merawat orangtuanya yang sakit.
Ada seorang teman yang merawat ibunya di RS, sedangkan teman lain, ayahnya harus masuk ICCU.
Kebetulan ibu sepuh ini saya kenal, sedangkan yg ayahnya harus masuk ICCU, saya tidak kenal.
Tetapi, berkat timeline di FB, saya jadi tahu perkembangan dari para sepuh ini.
Apa yang saya amati dari status-status tersebut adalah adanya kekhawatiran dari anak-anak yang ortu sepuhnya sakit.
Lebih risau lagi adalah, mereka semua sudah mempunyai keluarga sendiri, kebetulan keduanya adalah perempuan, sepertinya juga seorang ibu.
Perempuan yang juga seorang ibu, merawat keluarga, dan mungkin juga ibu bekerja di luar rumah, tiba-tiba mendapat kabar salah satu ortu sakit.
Tak pelak, ritme sehari-hari harus diatur ulang.
Belum lagi bila tempat tinggal sendiri dan tempat tinggal orangtua berbeda kota.
Kala usia saya masih sekitar usia SMP dan SMA, nenek saya tinggal bersama kami.
Tidak masalah ketika sehat, tetapi perlu pemikiran bersama seluruh keluarga, ketika beliau sakit.
Di kemudian hari, saya pernah mengalami orangtua sendiri sepuh, sakit, sakit berkepanjangan, amat sepuh hingga tak berdaya, dan wafat.
Pun pernah mengalami dan merawat mertua dengan perjalanan menjelang akhir hayat yang kurang lebih sama.
Sepuh, amat sepuh, sakit, uzur tak berdaya, dan wafat.
Ada hadis memang yang menyebutkan bahwa, semua penyakit ada obatnya kecuali tua.
Oleh sebab itu, tua adalah suatu keniscayaan.
Semua orang akan tua.
Agak “repot”, bila tua, sakit pula.
Bukan tidak mungkin, diri sendiri pun akhirnya tua bukan?
Pada suatu hari mungkin, kita akan harus mendampingi orang (yang) tua.
Bisa jadi orangtua kita, paman, bibi, saudara kandung, bahkan pasangan kita.
Zaman dulu, para lansia, nenek-kakek, ayah-ibu kami yang sepuh tersebut diurus bergantian antara sesama saudara.
Tentang lansia tersebut tinggal di rumah siapa, biasanya dibicarakan antar saudara, menilik kondisi rumah masing-masing anak.
Biasanya biaya perawatan pun dirembug bersama, bisa dibagi rata, atau tergantung kondisi keuangan masing-masing anak juga.
Di Indonesia memang belum biasa, lansia yang memilih tinggal di Wisma Lansia, atau dulu disebut Panti Jompo.
Kecuali mungkin lansia sebatangkara, harta pun tak punya, terpaksa tinggal di Wisma Lansia.
Bagaimana dengan keluarga sekarang yang rata-rata memiliki anak sedikit?
Bisa jadi, anak merupakan anak satu-satunya dari orang tua sepuh ini.
Mau tidak mau, anak lah yang berkewajiban merawat mereka bukan? Walaupun demikian sekarang ini ada jasa perawat lansia bulanan yang bisa dipekerjakan membantu merawat lansia tersebut, tentunya di bawah pengawasan keluarga.
Ada pula trend membangun kompleks perumahan yang memang diperuntukkan bagi warga “senior” ini.
Tentu saja di kompleks perumahan seperti ini akan dilengkapi dengan fasilitas kesehatan, standard hunian bagi lansia yang mobilitasnya sudah berkurang, keamanan, dan pelaku rawat.
Apa saja yang perlu diperhatikan atau perlu disiapkan, apabila pada suatu hari Ibu atau Ayah harus tinggal bersama lagi?
Banyak hal yang dibahas dalam buku di bawah ini:
Judul Buku: “Penuh Cinta Mendampingi Lansia”
Penulis: Dwi Ratna Sarashvati A.S.
Penerbit: Indie Book Corner
Jumlah Halaman: 136 halaman
Ukuran Buku: 13.5 X 19.5 cm
•Proses Menua
Proses menua (aging) adalah suatu keadaan yang tidak dapat dihindari. Secara perlahan-lahan, seluruh jaringan tubuh akan berkurang fungsinya.
Proses menua ini berbeda tiap orang, dan masih merupakan misteri.
Walaupu demikian, cita-cita setiap orang mungkin sama, yaitu menjadi tua tetapi tetap sehat.
•Kebutuhan Lansia
Sering sekali kita mendengar keluhan, anak-anak yang ortunya tidak mau pindah dari rumah mereka untuk tinggal bersama.
Padahal anak-anak tersebut kelelahan mondar-mandir mengontrol kebutuhan sehari-hari ortu sepuh ini.
Kenapa, sih, lansia ini keukeuh tinggal di rumah sendiri?
Tentu saja, tinggal di rumah sendiri, mau apa saja boleh. Mau pergi, tidak perlu minta ijin ke siapa-siapa.
Boleh pakai baju yang mana saja. Bisa tidur-tiduran, membaca, atau kegiatan lain sesuai keinginan.
Teman-teman pengajian, teman arisan, masih ada.
Beda, bila harus pindah dan tinggal bersama anak.
Harus adaptasi lagi dengan suasana baru, yang kemungkina besar tidak membuat betah.
•Tampilan Berbagai Penyakit
Banyak penyakit yang munculnya dikala tua.
Awalnya adalah gigi yang mulai goyah, mata yang lamur, pendengaran jauh berkurang, kulit yang tidak lentur lagi, dan jangan lupa rambut yang memutih dan rontok.
Kemudian muncul penyakit degeneratif, yaitu akibat menurunnya fungsi tubuh.
Misalnya: darah tinggi, jantung coroner, diabetes mellitus, stroke, kanker, osteoporosis, osteoarthritis, dan sindroma mielo displastik (sejenis penyakit darah).
•Perhatian Khusus
Usia sepuh tetapi tetap melakukan kegiatan sehari-hari seringkali menjadi awal dari masalah.
Misalnya akibat turun dari tempat tidur tergesa-gesa, seorang ibu sepuh tersandung kakinya sendiri sehingga jatuh.
Jatuh pada lansia harus perhatian khusus, karena tulang mereka yang sudah rapuh.
Ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan antara lain, decubitus, konstipasi, gangguan tidur, stres karena kehilangan pasangan, dan lain-lain.
•Dukungan Bagi Lansia
Ibu atau ayah yang lansia mau tidak mau merupakan bagian dari keluarga kita.
Semakin sepuh seseorang, seringkali semakin menyebalkan.
Seringkali kita menjadi tidak sabar, dan kehabisan tenaga.
Oleh sebab itu, tidak ada salahnya mulai mempertimbangkan adanya pelaku rawat bagi lansia.
Tentu saja bila dananya mencukupi.
Walaupun, tetap saja, pelaku rawat adalah orang “bayaran”, bisa jadi mereka merawat tidak dengan ikhlas.
Dan tentu saja perlu adaptasi dengan lansia yang dirawat.
Ada cocok dan tidak cocok.
•Urusan Keuangan dan Harta
Para lansia walaupun memiliki uang sendiri, misalnya dari pensiun, tetap harus dibantu untuk urusan keuangannya.
Bisa jadi mereka lupa membayar tagihan, yang bila terlambat bisa amat merepotkan.
Karena tuanya tersebut, seringkali lansia menjadi korban penipuan, sehingga anak-anak harus ketat mengawasi urusan keuangan ortunya.
Satu lagi yang agak tabu dibahas adalah membicarakan harta warisan ortu.
Seorang tetangga saya selalu mengingatkan, jangan membagi harta warisan ke anak-anak ketika kita masih hidup.
Apa sebab?
Mungkin manusiawi saja, siapapun yang mempunyai harta, secara tidak langsung, orang di sekitarnya menjadi lebih hormat.
Tentu saja, tergantung kepada kebijakan ortu bila memang akan membagi warisan sebelum wafat.
Intinya adalah, jangan sampai setelah harta terbagi, ortu lalu terlantar.
•Ketika Saatnya Tiba
Tidak ada yang dapat mencegah ketika saatnya tiba, yaitu kematian.
Umur tidak ada yang tahu, bisa panjang bisa pendek.
Kalau menilik dari kakek-nenek dan garis ibu, dan ibu saya sendiri, mereka wafat di usia lebih dari 80 tahun.
Urusan pemakaman tidak masalah bila keluarga memang memiliki area makam keluarga.
Seorang ustadz dalam ceramahnya pernah menyatakan, bahwa kita tidak perlu risau nanti mau mati dimana.
Karena setelah meninggal, itu adalah urusan orang lain.
Mau dimakamkan dimana, mau tidak dimakamkan pun, kita tidak tahu.
Ustadz tersebut mungkin menyindir maraknya tanah makam yang dipromosikan dengan harga luarbiasa, dengan berbagai fasilitas, yang sebetulnya tidak dapat dinikmati oleh yang meninggal.
Saya pribadi sih mendukung saja bila seseorang memang telah menyiapkan lahan “rumah masa depan”, maksudnya tentu untuk memudahkan ahli waris.
Sehingga tidak perlu repot-repot mencari area makam yang memang semakin sulit didapat.
Selanjutnya apa?
Seandainya Anda bisa mendampingi lansia hingga akhir hayatnya, bersyukurlah.
Itu merupakan bentuk bakti kepada orangtua, dan Anda pasti tidak akan menyesal karenanya.
Setelah duka berlalu, Anda bisa melanjutkan hidup seperti biasa.
Atau bisa juga tetap melanjutkan merawat lansia di sekitar Anda.
Perlu diketahui, data kependudukan Indonesia menunjukkan makin meningkatnya jumlah golongan lanjut usia (lansia).
Jumlahnya akan terus meningkat, dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 28.8 juta jiwa.
makasih sharingnya bu Hani, kebetulan saya juga punya lansia
sama-sama mb Yati. Trims sudah berkunjung… ?…Kalau mau bukunya, kakak saya yg menulis…(*maaf promo)…