Pendahuluan
Beberapa tahun yang lalu, saya berjumpa seorang keponakan yang mempunyai putra masih balita. Setelah berbincang kesana-kemari, keponakan saya tersebut bercerita bahwa putranya tidak akan divaksinasi.
Saya hanya diam dengan pilihannya tersebut.
Saya sendiri secara pribadi mengenal arti divaksin dan ikut vaksinasi kira-kira usia SD.
Seingat saya, ketika itu saya mengikuti vaksin cacar. Tindakannya berupa digores semacam pena ke kulit paha. Kemudian hari, bekas vaksinasi tersebut membentuk tonjolan semacam keloid kecil di paha saya.
Beberapa teman saya, ada yang di lengan atas, bahkan membentuk keloid dua garis yang cukup mengganggu secara estetika.
Rasanya kami semua harus ikut yang namanya vaksinasi cacar tersebut, karena kalau sampai terpapar cacar, muka penderita bisa meninggalkan bekas bopeng-bopeng. Belakangan saya tahu, bahwa virus cacar sudah musnah dari muka bumi.
Ketika saya mempunyai anak, saya pun mevaksinkan putra-putri saya ke dokter anak atau ke Posyandu sesusai jadwal imunisasi yang tertera dalam kartu perkembangan kesehatan mereka. Antara lain, vaksinasi BCG, Polio dan DPT. Beberapa tahun belakangan ini semakin banyak jenis vaksinasi yang berkembang selain vaksinasi dasar di atas.
Nama-namanya sering rancu dan membingungkan, ada MMR, Hepatitis B, Hepatitis A, Campak, Typhoid, dan lain-lain. Ditambah lagi cerita alasan keponakan saya tentang pilihannya tidak mevaksinasi putranya.
Menambah daftar panjang kebingungan saya tentang, apakah manfaat atau mudarat, vaksinasi ini.
Tahun 2017 ada himbauan untuk imunisasi MR ke posyandu dan fasilitas kesehatan. Saya baru tahu perbedaan antara vaksin MMR dan MR setelah membaca sana-sini. Dulu tidak ada keharusan vaksinasi MMR, sehingga anak-anak saya tak turut vaksinasi MMR. Apalagi waktu itu vaksin ini mahal sangat. Belakangan saya baru tahu bahwa yang berbahaya adalah virus Rubella bila menyerang perempuan hamil. Karena akibatnya bisa fatal bagi janinnya.
Saya sendiri ketika hamil anak kedua, sempat sakit gondongan atau moms. Saya tertular dari anak pertama saya. Sedangkan anak saya tertular dari anak tetangga. Anak saya waktu itu tidak diimunisasi atau divaksin MMR (moms, measles, rubella), karena dokter tidak menyarankan. Waktu itu belum bagian dari program imunisasi dasar.
Bulan Desember 2017, media dihebohkan dengan KLB atau kejadian luar biasa adanya virus difteri yang mematikan. Seingat saya, mertua saya pernah cerita tentang putra keduanya yang wafat karena difteri. Waktu itu sih kejadiannya tahun 1938an, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Bahwa kemudian di abad milenial ini ternyata berkembang lagi virus difteri, membuat saya keheranan, kenapa bisa sampai terjadi KLB difteri ini?
Jadi seolah terlewat satu generasi, tiba-tiba virus ini merebak kembali.
Benarkah akibat pilihan dari generasi keponakan saya tadi, yang sengaja tidak memvaksinasi putra-putrinya sehingga ada kerentanan dalam sebuah ketahanan komunitas?
Wallahualam.
Review Buku
Judul buku: “Vaksin dan Vaksinasi – Dokter Mengungkap Fakta di tengah Kontroversi”
Penulis: Dr. Nurul Inayah dan Doni “Deos” Osmon
Penerbit: Jaring Pena
Jumlah halaman: 146 halaman
Buku “Vaksin dan Vaksinasi” yang ditulis oleh Dr. Nurul Inayah dan Doni “Deos” Osmon menjawab kebingungan orang awam akan vaksin dan vaksinasi.
Buku ini memaparkan secara detail pengertian vaksin dan vaksinasi, mulai dari sejarah ditemukannya vaksin, terminologi serta proses pembuatannya. Dilengkapi pula dengan penjelasan berbagai cara penularan penyakit dan jenis-jenis vaksin serta rute perjalanan vaksin dalam tubuh manusia.
Beberapa istilah memang terasa asing bagi orang awam karena ditulis dalam istilah ilmiahnya.
Dr. Nurul Inayah menjelaskan tentang berbagai kemungkinan keberhasilan sebuah vaksinasi, dikaitkan dengan kondisi setiap individu yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lain. Itu sebabnya ada kasus yang mungkin jarang terjadi, tentang seorang anak yang sudah divaksinasi tetapi tetap terpapar penyakit yang sama.
Melalui buku ini, pembaca menjadi mengerti sebab-sebab kegagalan vaksinasi, sehingga tidak serta merta menyalahkan tenaga medis pada saat pemberian vaksinasi. Kontroversi tentang hubungan autisme dengan salah satu jenis vaksinasi pun dijelaskan dalam buku ini.Tak ketinggalan bahasan tentang pemakaian logam berat dalam vaksin. Dijelaskan juga tteori kebijakan masal vaksinasi, seperti halnya yang saya alami ketika saya kecil dan penjelasan tentang konflik kepentingan serta isu keamanan munculnya vaksin.
Diulas pula tentang haram-halalnya vaksin dan vaksinasi, dan berbagai kisah argumentasi yang mengarah pada sisi emosional. Di akhir buku, Dr. Nurul Inayah membahas tentang Vaksin Masa Depan, yaitu berbagai penelitian yang sedang dilakukan untuk membuat vaksin-vaksin kanker jenis tertentu, virus HIV bahkan Ebola.
Semoga dengan membaca buku, kita menjadi lebih mengerti tentang vaksin dan vaksinasi dan pentingnya ketahanan imunitas sebuah kelompok (herd immunity).