Pertengahan Desember saya dan suami menyempatkan berkunjung ke Situs Ratu Boko di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Lokasinya tak jauh dari kawasan Candi Prambanan. Tapi kali ini kami tidak ke kawasan Prambanan tetapi langsung saja ke Situs Ratu Boko tersebut.
Dulu banget waktu anak-anak masih SD kami pernah melakukan Java Trip dari Bandung ke Malang. Suami yang mengemudikan mobil sepanjang jalan. Waktu itu mampir ke Prambanan dan Borobudur. Kata anak-anak sih, kami tidak mampir ke Ratu Boko. Tapi saya ingatnya mampir. Nah loh, soalnya kami tidak punya dokumentasinya pula.
Sejarah Situs Ratu Boko
Bila kita googling yang tertera adalah Candi Ratu Boko. Padahal menurut catatan sejarah Situs ini merupakan sebuah tempat tinggal setara keraton.
Letak situs ini kira-kira 3 kilometer dari Candi Prambanan ke arah selatan yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Madang. Situs Ratu Boko berdiri pada abad ke-8 Masehi dibangun di masa pemerintahan Rakai Panangkaran (746-784 M) dari Wangsa Syailendra.
Situs Ratu Boko secara administratif berada di dua padukuhan, yakni Dusun Dawung di Desa Bokoharjo dan Dusun Sumberwatu di Desa Sambirejo, yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di masa yang lebih modern, Situs Ratu Boko pertama kali ditemukan oleh arkeolog Belanda bernama van Boeckholtz pada 1790. Rangkaian penelitian pun kemudian dilakukan pada 1814, 1884, 1854, hingga 1915. Penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog dari Eropa itu menyimpulkan bahwa situs Ratu Boko terakhir kali digunakan sebagai istana sekaligus benteng pertahanan, meskipun pada awalnya adalah kompleks keagamaan.
Struktur bangunan di Situs Ratu Boko terdiri dari beberapa struktur bangunan yang kompleks, termasuk bangunan-bangunan yang mencirikan sebuah keraton seperti gerbang masuk, paseban, pendapa, keputren, hingga guha untuk semedi.
Beberapa Jejak Bangunan di Situs Ratu Boko
Malam sebelumnya saya telah memesan tiket masuk melalui Traveloka seharga Rp 38.400,- per orang. Kami sengaja datang pagi hari ke Situs Ratu Boko karena selanjutnya akan mengunjungi objek wisata lainnya.
Setelah tiket kami discan kami pun memasuki pelataran kecil sebelum naik ke tangga menuju kawasan situs.
Seorang pemandu menawarkan untuk menemani jelajah seluruh kawasan tersebut.
Kami pun mempelajari terlebih dahulu peta besar yang ada di sana.
Waktu itu hari masih pagi langit cerah dan di arah utara tampak Gunung Merapi tinggi menjulang dengan gagahnya.
peta kawasan situs ratu boko
Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, pemandu situs, Mas Yulianto, menawarkan untuk mengabadikan momen tersebut.
Lalu kami pun menapaki anak tangga satu demi satu kemudian sampailah di pelataran lagi.
foto latarbelakang Gunung Merapi
Sementara menuju gapura utama kawasan yang menjadi ikon Situs Ratu Boko, kami melewati jalan setapak. Di sisi kiri tampak Gunung Merapi, kemudian dikejauhan terlihat Candi Prambanan.
Sedangkan di sisi kanan ada fasilitas rekreasi, berupa gazebo atau pendopo kecil untuk beristirahat dan kolam air mancur.
Lalu tersedia juga beberapa washtafel untuk cuci tangan dan di tepi pelataran ada area toilet. Masih terpampang juga beberapa poster peringatan untuk menjaga jarak dan mencuci tangan, standar keamanan lingkungan kala pandemi.
Di luar pagar tampak food court
Mendekati gapura, jalan setapak tersebut terdapat tiga area berbeda.
Area tengah merupakan jalan utama yang boleh dilalui oleh wisatawan.
Sedangkan jalur kanan dan kiri, tertera peringatan bahwa tidak boleh diinjak.
Hal ini disebabkan area sisi luar tersebut terbuat dari batu-batu lama yang sangat dijaga keutuhannya supaya tidak rusak.
sebelum naik ke gapura
Berikut ini struktur bangunan di kompleks Situs Ratu Boko:
Gapura
Mas Yulianto menjelaskan bahwa batu-batu untuk bangunan di situs diambil dari area sekitar yang aslinya merupakan bukit kapur.
Gapura masuk ke kawasan wisata Ratu Boko terletak di sisi barat. Bangunan-bangunan berada di tempat yang cukup tinggi, yang kemudian dibagi menjadi gapura luar dan gapura dalam.
Gapura pertama atau gapura luar, terdiri dari tiga gapura bersebelahan. Saya lupa tanya, apakah ada makna antara gapura tengah dan gapura-gapura di kiri dan kanannya.
Dari segi bentuk, gapura tengah berbentuk persegi, sedangkan kanan-kirinya ada kepala gapura
Gapura dalam, ukurannya lebih besar merupakan gapura utama terdiri dari lima gapura paduraksa yang sejajar dengan gapura luar.
Di gapura ini terdapat bangunan dua gapura pengapit di setiap sisi. Adapun 3 dari 5 gapura itu kemudian terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga dengan hiasan ukel (gelung) di pangkal dan kepala raksasa di puncak pipi tangga. Dinding luar pipi tangga juga dihiasi dengan pahatan bermotif bunga dan sulur-suluran.
rehat sejenak di tangga gapura
Candi Pembakaran dan Kolam Suci
Candi pembakaran yang terletak 37 meter ke arah timur laut dari gerbang utama, memiliki bentuk teras tanah berundak setinggi 3 meter.
Dinamakan Candi Pembakaran yang konon sebagai tempat pemujaan.
Tak jauh dari Candi Pembakaran terdapat sebuah kolam tua berbentuk segi empat yang dipercaya merupakan sumber air suci. Menurut Yulianto, tidak ada sumber air di sini, kolam ini merupakan kolam tadah hujan, yang airnya digunakan untuk upacara keagamaan.
Menurut penelitian, kepercayaan di zaman itu merupakan peralihan dari agama Hindu-Buddha.
Paseban
Paseban adalah tempat untuk menghadap raja. Paseban Ratu Boko terletak sekitar 45 meter ke arah selatan dari gapura. Struktur Paseban dibangun dari batu andesit dengan tinggi 1,5 meter, lebar 7 meter dan panjang 38 meter, membujur arah utara-selatan. Kemudian terdapat lantai paseban di sisi barat.
Selanjutnya, ditemukan 20 umpak pondasi tempat menancapkan tiang bangunan) dan 4 alur yang diperkirakan bekas tempat berdirinya dinding pembatas.
Kuat dugaan bahwa struktur dan konstruksi bangunan pada masa itu terbuat dari kayu, sehingga yang tersisa hanyalah umpak-umpaknya saja.
Pendapa
Pendapa adalah ruang tamu yang umumnya terletak di bagian depan. Untuk menuju Pendapa ini cukup jauh setelah melalui area Paseban.
Kita harus turun tangga terlebih dahulu melalui dua lapis dinding pagar, yang dari bentukannya sepertinya dulu merupakan kanal.
Bangunan itu kemudian dihubungkan jalan masuk di sisi utara, barat, dan selatan berupa gapura paduraksa (gapura beratap). Di sekitaran luar dinding, terdapat saluran pembuangan air, yang disebut Jaladwara, serupa dengan yang ditemukan di Candi Banyunibo dan Candi Borobudur.
Pendapa Ratu Boko berada sekitar 20 meter dari Paseban. Bangunan ini terdiri dari dinding batu setinggi 3 meter yang memagari lahan 40×30 meter.
Lalu terdapat sebuah teras batu yang masih utuh di luar dinding sisi tenggara. Terdapat 3 candi kecil tempat pemujaan di area ini. Bangunan di sisi tengah yang memiliki ukuran lebih besar, kemudian diapit oleh dua candi. Bangunan tengah merupakan tempat untuk memuja Dewa Wisnu.
Kedua candi yang mengapitnya masing-masing merupakan tempat memuja Dewa Syiwa dan Dewa Brahma. Wisnu, Syiwa, dan Brahma adalah dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu.
Keputren
Keputren dalam struktur bangunan keraton merupakan tempat tinggal para putri. Keputren Ratu Boko terletak di timur pendapa.
Keputren ini kemudian dibagi menjadi dua oleh tembok batu dengan sebuah pintu penghubung. Terdapat beberapa kolam, masiig-masing 3 buah kolam berbentuk persegi dan terdapat 8 kolam berbentuk bundar yang berjajar dalam 3 baris.
Gua
Terdapat dua buah gua yang berada di lereng bukit tempat kawasan Ratu Boko. Dua buah gua itu kemudian disebut Gua Lanang (laki-laki) dan Gua Wadon (perempuan). Gua ini berbentuk lorong persegi. Terdapat relung seperti bilik di dalam bangunan gua. Kemudian ditemukan pahatan berbentuk seperti pigura persegi panjang.
Upaya Restorasi Situs Ratu Boko
susun coba
kode susun coba
Sepanjang Mas Yulianto berkisah tentang sejarah Situs Ratu Boko, dijelaskan pula seluk-beluk pemugaran dan upaya restorasi bangunan-bangunan tersebut.
Proses restorasi, awalnya adalah bebatuan yang ditemukan tersebut dikumpulkan kemudian dilakukan proses yang dinamakan susun-coba.
Susun coba ibaratnya bermain puzzle tetapi tiga dimensi. Jadi batu-batu yang ada disusun di suatu spot di belakang kawasan situs. Kemudian bila dinyatakan sesuai dan pas, maka diberi kode tertentu dibelakang susunan batu tersebut.
Nantinya batu-batu tersebut dipindahkan dan disusun lagi di tempat yang seharusnya. Misalnya komponen susun-coba tadi merupakan lanjutan dari gapura sisi timur, ya disusun lagi di sana.
Di sisi lain, untuk menghasilkan suatu susunan bangunan yang utuh, seringkali harus dilakukan tindakan replika untuk mengisi bidang yang bolong.
Sebagai penanda, batu-batu replika tersebut diberi lubang diameter seukuran jari kita. Jadi teman-teman kalau berwisata ke kawasan candi, kemudian notice di antara batu-batu ada yang berlubang kecil tengahnya, maka itu batu baru.
Mas Yulianto menunjukkan lubang pada batu sebagai penanda batu replika (batu baru)
Tetapi, misalnya ada kepala raksasa atau kala yang tidak utuh, dilarang untuk membuat tiruan bentuk mahluk tersebut. Khawatirnya, kalau bentuk aslinya rusak atau punah, dan yang tersisa tiruannya, maka kita justru kehilangan catatan sejarah usia sebenarnya sebuah situs atau cagar budaya.
nun jauh agak di atas pendapa Keraton Ratu Boko
Penutup
Indonesia kaya dengan peninggalan sejarah berupa cagar budaya. Cagar budaya sendiri menurut peraturan bisa berupa situs, bangunan, struktur dan konstruksi, bahkan prasasti. Tinggalan tersebut bukan hanya dari zaman agama Hindu-Budha saja, tetapi hingga bangunan cagar budaya era Hindia Belanda pun ada di berbagai kota di Indonesia
Sudah merupakan kewajiban kita untuk mempelajari sejarah dan budaya tersebut serta turut melestarikannya. Sebagai bangsa yang besar tentunya kita bangga dengan keanekaragaman warisan budaya tersebut.
Semoga bermanfaat.
Sumber:
https://tirto.id/sejarah-candi-ratu-boko-legenda-struktur-situs-bangunannya-gCY2
https://id.wikipedia.org/wiki/Situs_Ratu_Baka
Situs Ratu Boko ini cukup sering daku temui di soal-soal waktu sekolah dan tes, tapi belum pernah berkunjung ke sana. Semoga bisa terus lestari dan terjaga
Masih belum kesampaian mengunjungi Situs Ratu Boko saat menjelang sore di hari yang cerah,
ngelihat foto-fotonya tjakep banget view-nya.
Semoga cagar budaya ini tetap terawat dan terjaga.
Berkunjung ke cagar budaya yang dilindungi resmi oleh pemerintah memang sebaiknya didampingi oleh tour guide ya Mbak. Selain mendapatkan informasi yang sahih, mereka juga bisa mengarahkan kita untuk mendapatkan spot foto yang estetik dan bisa mewakili deskripsi & sejarah dari tempat yang sedang kita kunjungi. Langsung catet nih. Jika ada rezeki main ke Jogya, pengen berkunjung ke Situs Ratu Boko sekalian ke Prambanan.
Jadi mengingat-ingat lagi, apakah pernah ke situs Ratu Boko ini belum ya? Kayak pernah denger tp kayak asing liat dari foto-fotonya. Kayaknya kalo ke Jogja perlu mampir nih biar lebih pasti.
Sebenarnya di sekitaran candi Borobudur, Prambanan itu banyak sekali situs candi yang bersejarah yaa.. Jadi sangat disayangkan kalau tidak dirawat dan dipugar oleh Pemerintah.
Hanya kalau belajar sejarahnya, aku penasaran dengan alurnya. Rasanya selama ini hanya belajar per-situs candi, tanpa merunut kisahnya.
Suka banget baca artikelnya..
Aku jadi serasa ikutan ke Situs Ratu Boko di Kabupaten Sleman, Yogyakarta bareng ka Hani.
jadi banyak belajar sejarah nih dari postingan ini, udah lama gak ke Yogya, kalau nanti ke sana lagi jadi pengen mampir ke situs ratu boko Sleman ama keluarga
ternyata proses renovasinya ribet juga yaa, susun coba..salut banget pasti perlu kesabaran dan ketelitian juga jadi ingin ke situs ratu boko langsung
Kayaknya mengasyikkan ya pas kegiatan susun coba untuk restorasi bangunan situs ratu boko ini, tapi memang mesti punya referensi sejarah juga gimana kira-kira bentuk bangunan pada jaman dulu itu ya, tidak hanya asal susun dan jadi suatu bentuk saja.
Jadi penasaran nih, jika suatu saat kesana mau cari lubang sebesar jari yang ada di susunan batu-batu di sana, sebagai penanda bahwa itu replika dan dibuat mirip dengan aslinya