Suka Duka Menulis Buku Kolaborasi

Buku kolaborasi berbeda dengan buku solo. Apabila buku solo adalah buku yang ditulis sendiri oleh seorang penulis, maka buku kolaborasi ditulis oleh beberapa penulis. Menulis buku kolaborasi ini bisa dua penulis atau lebih, atau gabungan dari berbagai keilmuan. Di dunia pendidikan, menulis buku kolaborasi boleh-boleh saja, hanya saja ada ketentuan mana penulis utama dan mana penulis pendamping. Apalagi bila keilmuannya sama. Sedangkan penulisan kolaborasi ada yang sejatinya merupakan naskah pendek yang dirangkum menjadi satu buku. Gaya penulisan seperti ini di lingkungan perguruan tinggi disebut sebagai bunga rampai. Biasanya naskahnya tak lebih dari 10 halaman dan merupakan hasil riset sederhana. Berikut pengalaman penulis menulis buku kolaborasi dengan genre buku interior yang disertai tips-tips.

Buku Kolaborasi berupa Buku Interior

Waktu itu ada pesan dari agensi yang saya ikuti, penerbit mencari penulis yang berlatarbelakang arsitektur atau interior. Oleh penerbit saya dikirimi file contoh buku yang telah diterbitkan oleh penerbit tersebut.
Terdapat puluhan desain rak dan lemari di dalam buku tersebut, lengkap dengan gambar denah, tampak, potongan dan gambar tiga dimensinya.
Menilik spesifikasi yang ditawarkan penerbit, sepertinya saya tidak mungkin bekerja sendiri.
Berbeda dengan buku solo sebelumnya, semua saya kerjakan sendiri, menulis, mencari foto, memberi keterangan dan kelengkapan lainnya.
Untuk memenuhi target penulisan buku solo tersebut, saya dapat membuat target penulisan sekian lembar per hari. Bila tidak memenuhi target atau ada hari dimana saya tidak menulis apapun, maka saya harus mengejar ketinggalan tersebut.

Persiapan

Untuk menyusun buku interior ini, saya pun berencana membentuk tim yang terdiri paling sedikit 3 orang. Sebuah buku interior atau buku-buku lain yang menyajikan produk gambar atau desain, harus ada koordinasi yang ketat di antara anggota tim.
Sama halnya sebuah proyek konstruksi di lapangan.
Utamanya lagi adalah harus dibuat jadwal ketat, dan diuraikan terperinci target buku tersebut.
Bila menulis buku solo, saya bisa membuat target, bila menulis 4 halaman per hari, maka dalam 30 hari, saya akan menghasilkan 120 halaman.
Ini merupakan jumlah minimal untuk sebuah buku, berukuran 15X25 cm.
Sedangkan untuk buku-buku interior, agak berbeda. Buku interior harus ada gambar dan diminta juga rencana anggaran biaya.

Isi Buku Interior

buku kolaborasi interior
Isi buku interior: Naskah text, gambar, dan anggaran biaya

Sebuah buku interior berisi:
Naskah Tulisan
Naskah tulisan dalam word, dengan ukuran huruf 12 ch, dan jarak spasi 1,5. Naskah berisi pendahuluan, teori desain, penjelasan tentang desain, tips perawatan, dan lain-lain.

Gambar
Gambar-gambar denah, tampak, potongan dan perspektif berwarna. Desain-desain yang dibuat harus memenuhi syarat yang ditentukan penerbit. Spesifikasi gambar-gambarnya pun harus beresolusi tinggi. Tentu saja harus menyertakan dimensi yang tepat. Karena buku interior harus memberikan penjelasan terperinci kepada pembacanya, agar desain tersebut dapat dibuat sesuai spesifikasi. Biasanya buku interior menampilkan puluhan pilihan desain. Oleh sebab itu seringkali dalam mendesain mewujudkan dalam gambar kerja bisa saja dikerjakan lebih dari satu orang.

Gambar-gambar dalam buku interior, bisa dikerjakan oleh satu orang atau beberapa orang. Penting di sini adalah koordinasi dari semua pihak . Penting juga koordinasi dengan penulis naskah tulisan, misalnya penomoran gambar harus sesuai dengan nomor pada naskah tulisan.

Material dan Rencana Anggaran Biaya
Pilihan material akan mempengaruhi total anggaran biaya yang dibutuhkan. Arsitek atau desainer interior juga mempunyai kemampuan untuk menentukan anggaran biaya. Koordinasi dengan desainer adalah dalam menentukan material. Karena penjelasan material juga dicantumkan pada gambar kerja dan gambar perspektifnya.

Koordinasi pada Penulisan Buku Kolaborasi

Menilik dari susunan naskah yang bukan hanya tulisan, sedangkan gambar-gambar pun bisa saja dikerjakan oleh banyak drafter, maka koordinasi semua pihak menjadi sangat penting.
Hal ini tidak mudah, karena anggota tim mempunyai kesibukan sendiri selain hanya menggambar untuk keperluan penulisan buku interior.
Ditambah lagi penerbit biasanya menentukan tenggat waktu yang cukup singkat.
Naskah yang sudah jadi masih harus melalui tahap editing serta layout atau penyusunan gambar dan tulisan sehingga membentuk komposisi yang bagus.
Editor, penyusunan naskah dan desain sampul buku biasanya disiapkan oleh penerbit.
Maka bisa dibayangkan bahwa menyusun buku kolaborasi berupa buku interior yang di rak toko buku terlihat cantik tersebut melibatkan banyak pihak.
Oleh sebab itu dapat difahami bahwa buku interior ataupun buku-buku desain lainnya memang lebih mahal daripada buku-buku yang dicetak tak berwarna.

Demikianlah suka duka penulisan buku kolaborasi, kali ini merupakan buku interior.

Bandung, 6 April 2020

36 pemikiran pada “Suka Duka Menulis Buku Kolaborasi”

  1. Saya kagum loh sama yang bisa nulis buku dengan gambar real begini, macam desain atau resep. Benar-benar harus difoto, butuh dana lebih, butuh usaha lebih. Wajar bukunya lebih mahal.

    Balas
    • Kadang bekerja tim atau berkelompok harus punya trik. Kerja tim kadang memudahkan namun ada juga yang memunculkan masalah baru. Terima kasih mba atas tips yang diberikan untuk menulis kolaborasi

      Balas
    • Iya Kak…Lumayan stress juga waktu itu. Apalagi kalau teman kolaborasinya engga seorang, dan yang gambarpun engga seorang…Weeeew…tegang…

      Balas
  2. Saya juga berencana untuk menulis buku jika portofolio sudah terpenuhi. Semoga lancar sampai tujuan karena sebelumnya belum pernah menulis buku.

    Balas
  3. Ini bukan peres tapi emang keren banget k. Nulis buku kayak gini pasti ga mudah banget yaa. Cuma emang kalau menulisnya kolaborasi pasti harus banyak sabarnya. Sukses k bukunya semoga best seller dan terus naik cetak aamiin

    Balas
    • Wah ternyata panjang ya menulis buku interior itu, benar adanya penuh suka duku kalau buku kolaborasi ya Mbak. Sama kaya buku antologi, tp cocoklah untuk pemula.

      Balas
  4. Saya juga pernah bikin buku barengan. Emang sih. Ada kelebihan dan kekurangannya. Dikeroyok rame-rame, harusnya lebih ceper selesai. Tapi faktanya, kesibukan sering kali membuat pengumpulan naskah jadi tersendat.

    Balas
  5. Perlu komitment bersama ya kl kolaborasi
    Saya blm pernah sih, tp kbayang pernah kerja bareng, kendalanya ada yg komit jd malah menghambat
    Keren mbak, mengispirasi siapa tau kelak saya bisa punya kesempatan kolaborasi juga

    Balas
    • Nggak gampang loh nulis buku beginian, karena selain gambar juga diperlukan perhitungan secara detail mengenai kisaran biaya yang dianggarkan untuk mewujudkan gambar itu. Dobel-dobel mikirnya hahaha
      Asli keren banget.

      Balas
      • Kapan yaaa bisa ikutan nulis kayak yg lain.

        Meski biasa nulis panjang di artikel blog tapi nulis buku kayaknya sesuatu yg beda bgt deh ya mbak hani

        Balas
        • Iya beda. Soalnya melibatkan editor dan layouter di penerbit. Kalau kita dari awal engga rapih, walah…layouter bisa bingung. Gambar bisa terbalik-balik tuh…
          Mayan stress sih…haha…

          Balas
  6. Wah, menarik juga pengalaman mengenai suka duka buku kolaborasi. Menginspirasi banget, terutama bagi saya yang mau menjadi penulis, bisa menjadi bahan pelajaran buat saya.

    Balas
  7. Kalau bikin buku kolaborasi apa gak susah koordinasinya ya. Banyak kepala, banyak pemikiran juga. Banyak kesibukan juga

    Balas
  8. Kerennya Mbak mau bikin buku desain interior gitu. Memang perlu tim ya buat gambar dll. Semoga sukses ya Mbak. Doakan aku juga punya buku solo kayak Mbak hehe

    Balas
  9. Ya memang beda berarti ya kak . . . Antara solo dan kolaborasi.. kalau kolaborasi lebih banyak proses menunggunya… kk sendiri lebih nyaman yg mana sejauh ini?

    Balas
    • Saya beberapa kali kolaborasinya dengan gambar-gambar atau illustrator. Kalo nulis naskah bareng belum pernah nih. Jadi saya yang nulis naskah word-nya, terus illustrator yang ngisi gambarnya…

      Balas
  10. saya belum pernah bikin buku kolaborasi tuh. bikinnya solo aja. tapi pernah sih kumpulan cerpen. emang ada bedanya dan keren. dinikmati aja. hehe

    Balas
    • Wahh aku minder banget nie kak, nulis menulis aja baru 6 bulan, ini Kaka udah buat buku kolaborasi euyyy, tapi memang kolaborasi lebih banyak prosesnya daripada buku Solo ya kan , sama aja dengan waktu kita singel dengan berdua #ehhh ga ada hubungannya . Sukses terus kak untuk buku2 nya doakan aku bisa buat buku juga ya huhuhu tapi aku ga kebayang sampe bikin buku .

      Balas
    • Saya bagian kontak person ama penerbit nih. Kan dikejar deadline oleh editor, nah saya nulis nsakah juga plus bagian ngoyak-ngoyak teman. Eh…pace-nya teman engga sama. Setress deh…

      Balas
  11. Mbak Hani, lihat gambar arsitek kami punya banyak nih di rumah hihi… dari drafting manual sampai archicad suami berusaha update terus perkembangan zaman di dunia arsitek. Meski bekerja jd ASN teman2nya kadung tau kl beliau background pengalaman kerja sebelumnya arsitek. Jd side jobnya nerima desain rumah orang deh hehe. Nice artikel ttg nulis buku kolaborasinya. Btw berlaku kok angka kredit nulis buku spt ni kl mau nyusun kepangkatan. Punya saya bs, hehe

    Balas
  12. Wah, asyik juga kalau ada kolaborasi membuat buku gini. Kita jadi semangat menulis dan ada teman yang selalu bersama saat membuatnya.
    Saya jadi ada ise untuk membuat kolaborasi seperti ini

    Balas
  13. Wah menurutku butuh persiapan yg matang ya kalau nulis buku kolaborasi. Selain koordinasi yang tepat, juga butuh skill juga dana yg tak sedikit
    Smg artikel beanfaat bgi yg ingin membuat buku kolans.

    Balas
  14. Wah baru berkunjung ke blog keduanya mbak hani keren ih

    Btw. Pasti yg namanya kolaborasi tuh butuh koordinasi yang bener2 matang ya mbak. Kalau nggak bisa bisa molor deh darindeadline cuman perkara koordinasi aja.

    Mangat produktif mbakk

    Balas
  15. tulisannya sangat berguna buat aku, aku dulu juga sempat ingin menulis tapi setiap di tengah tulisan selalu terputus karena bingung mau nulis apa lagi dan akhirnya tidak di lanjutkan. mungkin aku tidak ada bakat

    Balas

Tinggalkan komentar