Awal September suami mendapat undangan sebagai dosen tamu di Fakultas Pasca Sarjana ISI Padangpanjang, Sumatera Barat. Tentu saja disambut hangat oleh beliau, plus otomatis saya akan turut serta, untuk memesankan tiket, akomodasi, dan itinerarynya sekalian. Setelah cek peta dan mempertimbangkan, jauh-jauh ke sana, mosok hanya ke kota Padang Panjang, akhirnya kami memilih stay di Bukittinggi saja. Apalagi suami belum pernah sama sekali ke Sumatera Barat dan Bukittinggi menurut review lebih banyak yang dilihat. Tapi next, boleh lah kalau ada umur panjang, kami stay di kota Padangpanjang.
Perjalanan ke kota Padangpanjang
Perjalanan dari rumah di Bandung ke Padangpanjang tuh lumayan perjuangannya. Kami berangkat dari rumah ke pool bus Bandara Primajasa, pukul 6 pagi menuju Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Walaupun jadwal pesawat berangkat nanti pukul 13:00, tapi harus mempertimbangkan pula waktu tempuh menembus kemacetan kota Jakarta. Lebih baik kepagian, sempat sarapan dulu di bandara, daripada kami harus lari-lari untuk timbang bagasi dan mencari-cari gate keberangkatan.
Pendek cerita, pesawat Super Jet yang kami naiki tiba di Bandara Internasional Minangkabau, kota Padang, kira-kira pukul 14:30. Kami ternyata telah disiapkan tim penjemputan dari ISI Padangpanjang, dua orang dosen dari Fakultas Pasca Sarjana.
Kami makan siang terlebih dahulu di sebuah restoran seafood tak jauh dari bandara, di tepi jalan menuju Bukittinggi.
Di peta google map, waktu tempuh kota Padang ke Bukittinggi kurang lebih 3 jam. Sebetulnya untuk ke Bukittinggi ya melalui kota Padangpanjang sih. Wong jalan provinsinya ya satu itu. Ini karena menggabungkan business with pleasure aja sih kami ke Bukittinggi, dan supaya tidak perlu pindah-pindah hotel.
Jalannya ternyata berkelok-kelok menyusuri bukit dan punggung gunung, termasuk melipir melewati air terjun Lembah Anai yang tenar itu. Perjalanan agak terhambat karena ada proyek konstruksi memperbaiki jalan yang longsor akibat bencana banjir bandang yang meluluhlantakkan objek wisata di sepanjang jalan ini.
Kami tiba di hotel di Bukittinggi menjelang magrib, dan bertukar salam, karena tim penjemput akan segera kembali ke kota Padangpanjang.
jalan berkelok dari Bandara Internasional Minangkabau ke Bukittinggi
Jelajah Masjid Asasi, Sigando, Padangpanjang
Pagi itu suami memberikan kuliah pengantar mengawali Semester Ganjil 2024/2025 di Fakultas Pascasarjana ISI Padangpanjang. Saya hanya hadir waktu pembukaan dan pada sesi kedua sebelah rehat, saya izin keliling kampus saja.
Rektorat Institut Seni Indonesia, Padangpanjang, Sumatera Barat
Saat jam istirahat makan siang, salah seorang dosen menawarkan apakah kami ingin melihat-lihat kota Padangpanjang. Suami menyampaikan bahwa kami ingin mencari masjid setempat yang menjadi ciri kota. Saya pun menambahkan kalau kami senang jalan-jalan dari masjid ke masjid, terutama masjid-masjid mula atau masjid pertama di sebuah kawasan.
Kebetulan telah tiba waktu shalat lohor, jadi kami diantarkan untuk sholat di masjid yang tak jauh dari kampus. Menurut penuturan ibu Yuli, dosen yang turut serta, masjid yang akan kami kunjungi masjid kedua tertua di Sumatera Barat. Ada masjid yang lebih tua lagi, tetapi saya lupa mencatat waktu itu.
Perjalanan tidak lama, hanya 10 menit, kadang melalui sawah terbentang, dengan gunung dan bukit di kejauhan. Menurut penuturan dosen lain, ada tiga gunung yang mengelilingi kota Padangpanjang, yaitu Gunung Marapi, Gunung Singgalang, dan Gunung Tandikat (Tandike, kalau kata warga lokal).
Sejarah Masjid Asasi, Sigando, Padangpanjang
Setelah melalui jalan beton di antara rumah penduduk, sampailah kami di lokasi masjid yang dituju. Masjid Asasi, pada papan nama tertera Masjid Asasi Sigando, Nagari Gunuang, Padang Panjang. Sigando adalah nama kelurahan, sedangkan nagari adalah pembagian wilayah terendah menurut kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas wilayah tertentu.
Menurut sejarahnya masjid ini didirikan atas musyawarah dari warga empat koto (suku), yaitu Nagari Gunuang, Paninjauan, Jaho, dan Tambangan. Warga “Ampek Koto” ini berniat mendirikan tempat belajar agama Islam yaitu Surau Gadang pada tahun 1685, di kemudian hari menjadi Masjid Asasi pada tahun 1702.
Sumber lain berupa legenda menuturkan bahwa tempat belajar agama Islam ini cikal bakalnya berdiri di abad 15.
Masjid Asasi Sigando, Padangpanjang
Masjid terletak di atas tanah berukuran 25×22 m yang merupakan tanah wakaf dari masyarakat sekitar, posisinya di sudut jalan. Untuk menuju ke masjid, kami memasuki gerbang dari sisi timur, yang bertuliskan Masjid Asasi Nagari Gunung. Kemudian di kiri kanan ada deretan poster ukuran A3 yang memaparkan sejarah masjid. Tempat wudhu dan toilet wanita di ujung dalam melalui tepi masjid, sedangkan wudhu dan toilet pria di luar masjid. Ada semacam kolam kecil berair jernih yang mengelilingi masjid.
Gerbang masuk ke halaman masjid, di sebelah kanan adalah rumah untuk beduk (tabuah)
Pertama kali melihat masjid ini memang indah, seluruh dindingnya berukiran kayu dengan motif sulur-suluran dan bunga/flora, khas ornamen bangunan tradisional setempat. Dinding berwarna kecoklatan dan sentuhan warna-warni pada ornamen, merah, hijau, kuning, putih.
Bentuk Masjid Asasi
Atap masjid Asasi ujung-ujungnya berupa atap bagonjong yang merupakan ciri arsitektur Minangkabau, sedangkan atap utama bertajuk tiga. Atap tajuk (susun) ini mirip dengan masjid-masjid mula di pulau Jawa, yaitu Masjid Demak, dan saya jumpai pula pada Masjid Kuno Bayan Beleq di Lombok serta Masjid Tua Wapauwe di Ambon. Penutup atap konon dulunya beratap ijuk, kemudian direnovasi sekarang beratap metal berwarna kemerahan.
Denah masjid berbentuk dasar bujur sangkar 13,1 x 13,1 m dengan tambahan mihrab pada sisi barat berukuran 2,2 x 4,6 m tempat di sisi jalan. Lantai masjid ditinggikan sekitar satu meter, sehingga bawahnya membentuk kolong. Pintu masuk di kanan-kiri masjid dari sisi timur berupa dua tangga berbahan coran semen berlapis keramik kekuningan. Di tengahnya ada serambi yang merupakan kantor pengurus masjid.
Pada sisi timur terdapat bangunan kecil juga beratap gonjong berukuran 3 x 2 m, yang rupanya merupakan rumah untuk bedug (tabuh).
Di sisi masjid deretan jendela kayu yang secara keseluruhan berjumlah 14, yaitu 2 buah masing-masing di serambi utara dan selatan. Pada bangunan utama ada 10 buah jendela, masing-masing 4 jendela menghadap utara dan selatan dan menghadap timur 2 buah. Kemudian pada area mihrab pun ada 2 buah, masing-masing menghadap sisi utara dan selatan.
Begitu masuk ke dalam masjid, terasa sejuk, selain memang Padangpanjang terletak di gunung, fungsi jendela yang banyak sangat membantu aliran udara bergerak dengan leluasa.
Struktur bangunan ditopang 9 buah kolom (tiang), 1 kolom besar di tengah dan 8 kolom lainnya terbuat dari kayu bulat mengelilingi kolom tengah (soko guru). Pada bagian atas kolom soko guru terdapat hiasan kelopak bunga matahari.
Kami pun shalat lohor dulu sini, bagian akhwat terletak di belakang yang dibatasi dengan tabir berupa tirai. Sesudah shalat saya lanjut mengamati masjid dengan mengambil foto di bagian mihrab dan detail-detail jendela atas. Pada mihrab terdapat mimbar yang terbuat dari kayu papan bentuknya unik dilengkapi tangga untuk naik ke mimbar.
Seluruh dinding dalam dilapisi kayu yang terawat baik dan ada ornamen kaca yang berhias lafaz Allah.
Ruang shalat ikhwan dan mimbar
Penutup
Kami tak berlama-lama berada di Masjid Asasi Sigando ini, karena suami masih ada sesi kedua kuliah umum di kampus. Sehingga kami harus segera kembali ke ISI Padangpanjang.
Di perjalanan kami melewati rumah gadang yang merupakan milik sebuah keluarga. Banyak rumah gadang yang merupakan rumah warisan diturunkan ke anak perempuan sebagai wujud matrilineal masyarakat Minang.
Ada yang masih terawat artinya ada penghuninya, tetapi ada yang terlihat lapuk dan tak terurus. Kemungkinan ditinggal merantau. Seperti kita ketahui masyarakat Minang memang perantau.
Langit terlihat mulai mendung, walaupun masih kemarau di belahan lain Indonesia, di Padangpanjang sore itu hujan turun dengan lebat.
Siang itu saya mendapatkan lagi jejak artefak syiar Islam di bumi Indonesia.
Habis ini jelajah masjid kuno ke mana lagi ya?…
Sumber:
https://duniamasjid.islamic-center.or.id/988/masjid-asasi-nagari-gunung/
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/masjid-asasi-padang-panjang/
https://infopublik.id/kategori/nusantara/864056/menilik-sejarah-masjid-asasi-masjid-tertua-di-padang-panjang-berusia-lebih-dari-300-tahun
https://www.rri.co.id/features/929797/masjid-asasi-tonggak-sejarah-islam-di-padang-panjang
https://ulama-minang.blogspot.com/2010/06/masjid-tua-historis-di-minangkabau.html
Walaupun gak lama berasa di masjid, tapi berasa apiknya di sana ya Kak. Terlebih dari luar aja ornamennya udah bikin adem. Eh pas bagian dalamnya memang bikin nyaman.
Wah, artikel tentang Masjid Asasi Sigando ini luar biasa menarik! Sejarahnya yang panjang dan arsitekturnya yang khas menunjukkan betapa kayanya warisan budaya kita. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga simbol perjalanan sejarah dan kearifan lokal yang patut dijaga.
Terima kasih sudah berbagi cerita yang begitu detail dan menginspirasi. Rasanya jadi ingin segera mengunjungi Masjid Asasi Sigando untuk merasakan langsung suasananya yang penuh sejarah. 😊✨
Ornamen masjidnya sepertinya masih asli ya. Seneng liat Kebersahajaan masjid Asasi Sigando ☺
Bangunan masjid yg unik dimana kalau yg lain masjid itu punya kubah atau menara, kini kalau di Sumatera Barat itu punya atap khas sendiri ya…
Betah nih setelah sholat istirahat sambil menikmati suasana dan melihat pemandangan
Masya Allah, bagus sekali masjid Asasi Sigando Padangpanjang ini. saya suka sekali dengan ukiran kayunya dengan ornamen-ornamennya. Terus atapnya ini memang jadi ciri khas. Saya membayang suasananya yang sejuk dengan pemandangan yang indah karena di daerah pengunungan ya, Mbak.
Cantik banget ya?
Jadi pingin jalan-jalan ke Padangpanjang
Inilah uniknya blogger “beneran” lebih suka datang dan menulis destinasi khas setempat dibanding destinasi kekinian yang hampir ada di seluruh kota Indonesia
serta menikmati tiap sudutnya
Aku termasuk yang suka juga jelajah masjid jika berkunjung ke tempat baru. Sayangnya, beberapa kali kunjungan ke Padang dalam rangka dinas dan waktu itu masih pegawai kroco dan gak berani ngajak bos buat mampir ke masjid rayanya.
Luar biasa indahnya masjid Asasi Sigando ini. Walau ukurannya gak begitu besar tapi eksteriornya cakeep. Interiornya juga unik dengan mimbar berukuran besar yang bentuknya kayak…. hmm bagian depan kereta atau kapal.
Aku jadi mikir, kapan terakhir berkunjung ke masjid yang dindingnya masih kayu kayak gini. Beberapa masjid tua yang pernah aku kunjungi udah dipugar pakai beton dindingnya. Ah semoga bisa main ke Padangpanjang dan bisa salat langsung di masjid ini juga.
MashaAllah. Tulisan yang sarat kebanggaan dan rincian yang bikin takjub Mbak. Keren banget. Selalu terkagum-kagum saat melihat rumah-Nya begitu indah dan lestari seperti ini. Saya juga kalau ke daerah, sering banget minta diantar ke masjid lama atau masjid yang menjadi ikon dari daerah tersebut. Bersujud di sana rasanya adem banget di hati.
cantik sekali masjid asasi sigando nya.. sekilas seperti rumah gadang pada umumnya tetapi ternyata sebuah masjid. hebatnya lagi uasianya sudah begitu lama masih terawat. kisah dibangunnyapun bikin terharu hasil rembukan empat suku. itulah indonesia selalu musyawarah.. ingin berwisata religi ke masjid indah ini.. semoga ada kesempatan ke Padang.
Masya Allah bagus sekali Masjid Asasi Sigando Padang Panjang ini
Senangnya Mbak Hani bisa berkunjung dari masjid ke masjid terutama yang mula di berbagai tempat. Dua kali ke Sumbar (sekali barengan keluarga, sekali sama teman), selama di sana perjalanan darat dari kota ke kota saya dan rombongan untuk menghemat waktu asal aja tempat sholatnya.. kalau nemu masjid di pinggir jalan mampir..hihi. Seru juga seperti ini ya, sengaja nyari masjid bersejarah di tempat tersebut.
Nah, di bagian nemu rumah gadang yang cantik di sepanjang jalan saya jadi merasa sayang karena ada yang sudah lapuk, tak terurus rumah warisan ini..memang sih mungkin pemiliknya perantau ya…Bisa enggak ya itu dijaga agar lestari oleh sanak saudara atau warga sekitarnya..sayang banget soalnya kalau lama-lama rusak dan rubuh rumah gadangnya
Aku jadi pengen deh datang langsung ke Masjid Asasi Sigando. Dari jalan masuknya aja udah berasa vibe tradisional yang kuat, apalagi saat melihat dinding masjid dengan ukiran kayu khas Minangkabau. Sejarahnya juga keren, mulai dari Surau Gadang hingga menjadi Masjid Asasi yang usianya ratusan tahun. Masjid ini nggak cuma tempat ibadah, tapi juga warisan budaya yang layak dijaga dan dihargai ya!
Bagus sekali masjidnya, masya Allah. Masjid kuno yang masih terjaga sekali. Bentuk atap tajugnya memang mirip dengan masjid-masjid tua di Pulau Jawa. Wah, ini mindblowing beneran bagi saya yang suka sejarah.
masyaAllah masjidnya bagus ya, etnik dan unik dengan ciri tertentu. seperti terjaga baik kelestariannya. semoga banyak masyarakat yang berkunjung ke masjid ini ya
MashaAllaa~
Ternyata arsitektur masjid itu mengikuti dimana bangunan tersebut berada tanpa menghilangkan manfaat dan “rasa” dari sebuah tempat ibadah yang dingin, mengayomi dan semoga membawa keberkahan untuk lingkungan sekitar.
Suka sekali dengan ke-autentikan Masjid Asasi Sigando, Nagari Gunuang, Padang Panjang.
Padahal suami orang Padang Panjang, tapi aku belum pernah ke sini. Hahaha. Masjid Asasi Sigando ternyata punya sejarah dan arsitektur yang indah ya, khas Minangkabau banget. Aku suka banget dengan deskripsi tentang ornamen kayu yang penuh warna, bikin tempat itu makin hidup dan terasa kaya akan budaya. Semoga next time bisa explore lebih banyak lagi di Padang Panjang!
Mbak Han, ada yang ingin saya tanyakan, apakah profesi kita membawa kita ke banyak tempat? Saya pengen banget ke mana-mana kaya mbak Hani, hehe
Doakan bisa bekerja di outdoor yach.
Seneng jalan-jalan sih saya. Kebetulan ngintil suami yang ada tugas ke luar kota, sekalian aja foto-foto sebagai bahan buat artikel ngeblog.
Indah sekali ya mbak bangunan mesjidnya. Dari luar terlihat tidak terlalu luas, tapi dalamnya luas sekali. Khas bangunan Minangkabau dengan atap yang mengerucut. Banyak teman yang berasa dari sana, tapi belum pernah ke Padangpanjang. Ditunggu menjelajah mesjid selanjutnya mbak, hihi. Berasa diajak jalan-jalan beneran.
Salah satu masjid tertua di Sumatra dan masih kokh berdiri. Luar biasa sekali. Lebih-lebih karena materialnya. Luar biasa sekali.
Kalau di Jawa, masjid setua ini pastilah sudah berubah wajah. Menjadi lebih besar misalnya. Yang menjadi otentik adalah ornamen dan ciri-ciri khasnya.
Btw saya jadi penasaran yang tertua pertama masjid apa ya?
Waaah asyik sekali ikut suami dinas, bisa sambil jalan-jalan melihat-lihat kota Padang Panjang yang sangat indah dan berkunjung ke masjid bersejarah di sana. Bahagia banget lihatnya, soalnya aku pengen banget liburan ke Padang.
kebetulan sahabat saya kampung halamannya di padangpanjang dan pernah cerita tentang masjid asasi ini, gak nyangkan usia sudah setua itu ya dan bertahan serta terawat hingga sekarang